Perubahan Tren: Romantisasi dan Media Sosial Memengaruhi Kasus Perkawinan Anak
![Perubahan Tren: Romantisasi dan Media Sosial Memengaruhi Kasus Perkawinan Anak](https://marwahkepri.com/wp-content/uploads/2023/11/istock-1137485968_ratio-16x9-1.jpg)
Ilustrasi. (F: Tirto)
Jakarta (Marwahkepri.com) – Perkawinan anak tetap menjadi permasalahan serius di Indonesia, terutama di beberapa daerah. Hal ini memiliki dampak negatif, terutama terkait dengan kesehatan reproduksi anak.
Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), prevalensi perkawinan anak di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 8,06 persen.
Data dari peradilan agama juga menunjukkan bahwa permohonan dispensasi perkawinan usia anak pada tahun yang sama mencapai 55 ribu pengajuan, dengan alasan seperti kehamilan sebelum menikah, dorongan orang tua, atau keberadaan teman dekat.
Menurut perwakilan Koalisi Perempuan Indonesia, Mega Puspitasari, ekonomi, terutama masalah kemiskinan, masih menjadi faktor terkuat dalam kasus perkawinan anak. Namun, ada pergeseran tren di mana data dari badan peradilan agama menunjukkan bahwa beberapa pengajuan dispensasi kawin didasarkan pada faktor romantisasi atau cinta.
“Berdasarkan data dari badan peradilan agama, mereka yang mengajukan dispensasi kawin sebagai syarat melakukan perkawinan anak adalah atas dasar cinta. Suka sama suka,” jelas Mega dalam acara Rutgers Indonesia di Bogor, (14/11/2023).
Mega menyoroti adanya romantisasi yang membangun permasalahan perkawinan anak saat ini. Selain itu, ia juga membicarakan pengaruh kuat media sosial pada anak-anak. Menurutnya, meskipun pengaruh digitalisasi sudah kuat, literasi masih kurang.
“Media sosial memiliki pengaruh yang kuat mempengaruhi anak-anak untuk melihat ‘daripada capek sekolah, mending nikah’. Nah ini yang semakin menguat,” kata Mega.
Jadi, sementara kemiskinan dan faktor budaya masih mendominasi, pergeseran terlihat dengan munculnya faktor romantisasi dan pengaruh media sosial sebagai pendorong perkawinan anak.