Melestarikan Budaya Natuna Lewat Program ‘Dendang Piwang’
NATUNA (marwahkepri.com) – Indonesia sebagai daerah sedang berkembang, kini dihadapkan dengan era globalisasi yang menuntut pergeseran dari berbagai aspek.
Mempertahankan tatanan sosial masyarakat merupakan sebuah tantangan ditengah perubahan zaman agar tidak tergerus dan semakin punah.
Namun kenyataannya sangat sulit, generasi kekinian justru disibukkan dengan urusan media sosial (medsos) ketimbang mengenal adat budaya warisan leluhurnya.
Lambat laun budaya dan adat istiadat daerah tidak akan dikenal para generasi mendatang. Karena kurangnya upaya pelestarian dengan melibatkan pemuda menjadi salah satu faktornya.
Fenomena ini terjadi hampir di seluruh daerah di tanah air. Meskipun demikian, pemerintah tetap menghadirkan program trobosan untuk meningkatkan kepedulian terhadap budaya daerah agar tetap dikenal para generasi milenial.
Dalam hal ini, Pemerintah Kabupaten Natuna melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) menghadirkan inovasi unik dalam pelestarian budaya dengan melahirkan program “Dendang Piwang”.
Kolaborasi antara Disdikbud Natuna dengan desa-desa di 17 kecamatan menjadi kunci kesuksesan kegiatan ini.
“Dendang Piwang” bukan hanya sekadar pelestarian seni dan budaya, melainkan juga sebagai ajang silaturahmi antar pegiat seni budaya, masyarakat desa, dan pemerintah daerah.
Nama Dendang Piwang tersebut dipilih dengan bijak, menggambarkan ungkapan kegembiraan dan rindu dalam satu rangkaian kegiatan budaya yang berlangsung.
Konsep gotong royong antara pemerintah desa dan Kabupaten Natuna terlihat dalam segala aspek kegiatan. Disdikbud Natuna menyediakan fasilitas kesenian, sound system, pencahayaan, dan konsumsi, sementara pihak desa berkontribusi dengan menyediakan tenda, menyusun jadwal, dan mengisi acara.
Menariknya, “Dendang Piwang” yang awalnya digelar setiap malam minggu di Pantai Piwang, Ranai, kini telah berkembang dan mencapai delapan desa serta satu kelurahan di Natuna.
Tidak ada batasan dan jenis pertunjukan, memberikan ruang bagi komunitas, murid sekolah dasar, dan permainan rakyat Natuna untuk berpartisipasi.
Keunikan acara ini tidak hanya terletak pada ragam seni yang ditampilkan, tetapi juga pada kehadiran kepala daerah dalam setiap acara di tingkat desa.
Dengan biaya yang terjangkau, “Dendang Piwang” mampu meriahkan atmosfer di desa-desa, memberikan hiburan yang khas dengan sentuhan kesenian Melayu Natuna.
Sementara daerah lain masih berkutat dalam wacana pelestarian budaya, desa-desa Natuna telah beraksi dengan semangat menggelar “Dendang Piwang.”
Diyakini bahwa event ini akan semakin meluas, didukung oleh minimalisasi anggaran dari Pemerintah daerah Natuna namun menghasilkan dampak maksimal.
Kehadiran “Dendang Piwang” memberikan harapan baru bagi kelestarian kesenian tradisional Natuna yang hampir punah. Generasi muda berperan aktif dalam mempertontonkan kebolehan mereka, menciptakan nuansa kebangkitan budaya dari desa-desa Natuna.
Melalui kegiatan ini, desa-desa kini tidak hanya terkenal dengan event olahraga, tetapi juga sebagai panggung spektakuler bagi kekayaan budaya Natuna.
Dilaksanakan dua kali dalam satu bulan, program pelestarian budaya ala Disdikbud Natuna ini tengah menjadi sorotan.
Selain tujuan utamanya untuk membangun silaturrahmi antara pemerintah daerah dan masyarakat, kegiatan ini digelar untuk menjaga potensi budaya dan tradisi daerah agar tetap hidup.
“kami ingin mengatasi tantangan modernisasi yang membuat generasi muda melupakan tradisi dan budaya desa,” ujar Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Natuna, Said Muhammad Fadly, Selasa, 21 November 2023.
Dengan adanya program ini dapat mendorong pengurus adat budaya di setiap desa untuk aktif dan melibatkan para generasi muda dalam kegiatan tradisional, seperti permainan gasing dan yang lainnya.
Seiring waktu, banyak tradisi seperti permainan Alu, yang kurang mendapat perhatian dari anak-anak. Oleh karena itu, perlu mendorong satuan pendidikan untuk menyediakan permainan rakyat di sekolah, sebagai upaya memperkenalkan dan melestarikan budaya sejak dini.
Meskipun program ini berkolaborasi dengan pemerintahan desa, namun memerlukan peran penting satuan pendidikan. Semangat positif dari satuan pendidikan menjadi kunci untuk menumbuhkan minat generasi muda dalam pelestarian budaya.
Melalui evaluasi tahunan, terus dilakukan pemantaua keterlibatan anak-anak dalam program ini. Upaya ini memungkinkan dalam mengidentifikasi desa-desa yang memerlukan perhatian lebih untuk meningkatkan partisipasi generasi muda dalam kegiatan pelestarian budaya.
“Sebagai langkah berikutnya, program kami akan merambah ke setiap desa di kecamatan, menjangkau lapisan masyarakat yang lebih luas,” ujarnya.
Said Fadly juga berharap program ini tidak hanya menciptakan minat, tetapi juga memberikan pemahaman bahwa menjaga kelestarian budaya adalah tanggung jawab bersama untuk memastikan warisan ini tetap hidup di generasi-generasi mendatang.MK-nang
Redaktur : Munawir Sani