Dulu Masyarakat Pati dan Ajaran Saminisme Terapkan Kehidupan Tanpa Kekerasan, Kini Identik Kampung Bandit

Tugu Bandeng dI Pati. (Dok. Kabupaten Pati)
Dosen dan peneliti budaya Pati, Sucipto Hadi Purnomo, menjelaskan bahwa Saminisme mengajarkan prinsip-prinsip mirip dengan Ahimsa yang dianut oleh Mahatma Gandhi di India. Ajaran ini diberikan oleh tokoh bernama Samin Surosentiko, yang menekankan pentingnya bertindak tanpa merusak.
“Saminisme mengajarkan larangan untuk mengambil milik orang lain, dan nilai-nilai besar seperti tidak dengki atau iri hati. Ini bukan hanya ucapan, tetapi juga tindakan dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Sucipto.
Tradisi nirkekerasan ini sudah menjadi bagian dari sejarah Pati sejak masa kolonialisme. Masyarakat menghadapi ketidakadilan dengan cara tidak membayar pajak sebagai bentuk boikot, bukan dengan kekerasan atau konfrontasi langsung.
Contoh nyata perlawanan tanpa kekerasan juga terjadi dalam penolakan pabrik semen di Pegunungan Kendeng, di mana masyarakat menunjukkan sikap tegas dengan menyemen kakinya di depan istana, tanpa menggunakan kekerasan.
Sucipto menambahkan bahwa ajaran-ajaran Saminisme dan nilai-nilai sejenis tercermin dalam cerita-cerita kebudayaan lokal seperti Saridin atau Syekh Jangkung, yang menjadi panduan moral bagi masyarakat Pati dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan.
“Ajaran-ajaran ini masih hidup kuat di masyarakat sekitar selatan Kabupaten Pati, termasuk di Sukolilo,” tandasnya.
Dengan demikian, di tengah sorotan atas kasus-kasus kontemporer, warisan budaya dan nilai-nilai spiritual Saminisme tetap menjadi pijakan utama bagi masyarakat Pati dalam menjalani kehidupan yang berlandaskan ketulusan, kejujuran, dan tanpa kekerasan. MK-dtc
Redaktur : Munawir Sani