Berwisata Sejarah di Situs Istana Damnah, Jadi Saksi Gemilangnya Kerajaan Lingga
LINGGA (marwahkepri.com) – Puas menikmati barang-barang peninggalan sejarah di Museum Linggam Cahaya, wisatawan yang ingin mempelajari sejarah Melayu dapat melanjutkan perjalanan ke Situs Istana Damnah.
Meski yang tertinggal hanya reruntuhannya, Situs Istana Damnah ini tak bisa dipungkiri telah jadi bukti nyata sekaligus penguat fakta bahwa Kerajaan Lingga tempo dulu pernah memasuki era kejayaan dan kegemilangan, tak hanya wilayah cakupannya yang luas tetapi juga dari sisi budaya dan arsitekturnya.
Catatan yang ada menyebut, Istana Damnah dibangun pada tahun 1860 pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah II(1857-1883). Fisik bangunannya berbentuk panggung, dengan dua buah pintu masuk dan empat buah tiang penyangga yang terbuat dari beton. Di depan istana ini ada bekas pondasi bangunan Balairung Seri, yang di masa silam, oleh kerajaan difungsikan sebagai tempat musyawarah dan pertemuan-pertemuan penting.
Balairung Seri memiliki empat tangga utama, yang berada di sisi depan, samping kanan dan kiri serta satu lagi di bagian belakang. Setiap tangga utama dilengkap dengan tangga pendukung dengan komposisi delapan dibagian depan, 12 di samping kanan dan kiri dan delapan di sisi belakang.
Tangga-tangga pendukung itu, terutama di sisi depan, pada masa silam  selalu ditempati oleh para pengawal kerajaan atau “sambang jaga” ketika pihak kerajaan tengah menggelar musyawarah, ritual adat serta pertemuan-pertemuan penting lainnya.
Pada saat pusat Kerajaan Riau-Lingga dipindahkan ke Pulau Penyengat pada tahun 1900, Kota Daik mulai ditinggalkan. Istana Damnah yang megah juga ditinggal begitu saja tanpa penghuni dan akhirnya menjadi hutan belukar. Karena dibangun menggunakan bahan bangunan berupa kayu tropis, istana ini hancur. Yang tertinggal adalah sisa-sisa beton dan tiang dari semen, seperti yang terlihat kini.
Selain menyisakan beton dan pondasi bangunan, peninggalan Istana Damnah lain yang masih utuh adalah dua buah patung singa yang terbuat dari keramik Cina. Mulanya patung itu dipindahkan oleh kontler Belanda ke Penuba Lingga tapi kemudian dibawa ke Dabo Singkep dan kini terpampang di depan pagar masuk kantor bersama dinas Kabupaten Lingga di pusat Kota Dabo. Sedangkan pondasi tiang bendera istana, masih bisa ditemukan di lokasi situs. Posisinya persis di depan Istana Damnah, berdiri di tengah-tengah antara Balairung Seri dengan ruangan bangunan Istana Damnah.
Hingga kini, belum ada satu pun sejarawan yang mampu mengungkap bentuk utuh Istana Damnah dan Balairung Serinya itu. Tetapi sebagai upaya untuk mengingat dan menjaga kelestariannya, Pemerintah Kabupaten Lingga membangun replika Istana Damnah, termasuk Balairung Seri, tak jauh dari lokasi reruntuhannya. Bentuknya, sangat khas Melayu, baik dari segi bangunan, ornamen hingga arsitekturnya. Agar mendekati bentuk aslinya, pemerintah sebelum membangun, melakukan studi referensi ke Riau, Johor serta Melaka.
Replika Istana Damnah ini didirikan pada tahun 2002. Luas Totalnya berkisar 100 m2. Pondasinya dibangun menggunakan semen namun seluruh dinding, pintu, kusen, jendela hingga plafon, bahannya diambil dari kayu pilihan.
Ukiran ornamen yang terpampang seperti lebah bergayut, pintu peterane (panggung), seluruhnya dikerjakan oleh para perajin dari Jepara, Jawa Tengah.
Saat ini replika Istana Damnah berikut Balairung Seri, difungsikan oleh pemerintah setempat sebagai tempat untuk menggelar pertemuan adat, menyambut tamu hingga tempat menggelar pesta perkawinan adat Melayu. Pada hari-hari biasa, cukup ramai dikunjungi warga, termasuk para pelancong.
Sesekali, disinggahi juga para sejarawan dan mereka yang gemar meneliti sejarah.
Karena sejarah dan keistimewaannya, Gubernur Kepri ansar Ahmad menjadikan Situs Istana Damnah salah satu kawasan strategis dan daya tarik wisata Provinsi Kepri di Kabupaten Lingga.
Bahkan Gubernur Ansar pernah membawa tanah dari Situs Istana Damnah ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur pada 13-15 Maret 2022 lalu.
Tepatnya, kata Ansar, tanah tersebut diambil dari lokasi Balai Bertitah (Singgasana) tempat Balai Pemerintahan Sultan.
“Sejarah dan nilai-nilai leluhur Melayu di Kepri sangat erat di Lingga,” jelas Ansar. MK-mun
Redaktur: Munawir Sani
You must be logged in to post a comment.