Kisah Suroso: Saat Paralon Jadi Penjaga Nafsu

kakek-di-ngawi-yang-minta-bantuan-melepas-paralon-di-kelaminnya-1747207590337_43

Foto: Kakek di Ngawi yang minta bantuan melepas paralon di kelaminnya. (Istimewa)

SOLO (marwahkepri.com) – Suroso, seorang pria lanjut usia asal Kecamatan Jogorogo, Ngawi, Jawa Timur, menjadi sorotan publik setelah kisah tak biasa yang dialaminya tersebar luas di media. Kisah itu bermula ketika ia datang dengan kondisi kesakitan ke kantor pemadam kebakaran (Damkar) Ngawi karena alat kelaminnya terjepit pipa paralon.

Kedatangan Suroso pada dini hari itu sempat membuat petugas damkar terkejut. Ia merintih kesakitan, menunjukkan bahwa ada paralon kecil tersangkut di penisnya, menyebabkan pembengkakan dan kesulitan buang air kecil. Namun yang lebih mengagetkan bukan hanya kejadian fisiknya, melainkan pengakuan jujurnya.

Menurut keterangan pihak damkar, Suroso memasang sendiri paralon berdiameter sekitar 3/4 dim dan panjang 3 cm ke kemaluannya dua hari sebelum datang meminta pertolongan. Tujuannya, menurutnya, adalah untuk menghindari reaksi seksual. Dalam pengakuannya, ia mengatakan bahwa itu merupakan upaya pribadi untuk mengendalikan dorongan dan imajinasi seksual yang menurutnya mulai mengganggu kesehariannya.

Motivasi ini tentu mengundang reaksi beragam di masyarakat—antara empati, heran, dan tawa getir. Dalam usia senja, ia justru mengambil langkah ekstrem yang berisiko bagi kesehatannya sendiri demi menahan godaan yang datang dari pikirannya. Suroso bahkan memilih datang ke damkar karena merasa sudah sering melihat petugas membantu masyarakat dalam keadaan darurat yang tidak biasa.

Setelah ditangani oleh tim damkar, kasus ini tidak bisa diselesaikan secara langsung di tempat. Suroso kemudian dibawa ke RS Widodo, tempat tim medis dan damkar bekerja sama melepas cincin paralon yang tersangkut itu. Proses pelepasan memakan waktu hampir satu jam.

Kasus ini bukan semata-mata soal kelucuan atau keanehan, tapi menjadi refleksi sosial akan pentingnya edukasi kesehatan mental dan seksual untuk semua kelompok usia, termasuk para lansia. Di saat banyak orang mengabaikan sisi psikologis pada usia tua, kisah Suroso justru membuka mata akan kebutuhan bimbingan dan perhatian lebih bagi mereka yang berjuang sendiri dalam keheningan. MK-dtc

Redaktur : Munawir Sani