Sepenggal Kisah Danlanud Raden Sadjad, Terinspirasi Dunia Penerbangan dari Film Supercarrier

Danlanud Raden Sadjad, Kolonel (Pnb) Dedy Iskandar.(Foto/Nang)
NATUNA (marwahkepri.com) – Dalam kehidupan ini banyak hal yang dapat dijadikan sebagai motivasi untuk meraih mimpi kita dimasa mendatang.
Namun, pada dasarnya semua kesuksesan membutuhkan kerja keras, karena untuk menggapainya pasti tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Kita tidak tahu, apa saja yang sudah dilalui para tokoh sukses dalam perjalanan karir cemerlang mereka.
Salah satunya adalah Kolonel Penerbang Dedy Iskandar, yang kini tengah menjabat Komandan Lanud Raden Sadjad di kabupaten Natuna.
Sama seperti orang pada umumnya, ia juga memiliki kisah tak kalah menarik hingga akhirnya memutuskan menjadi prajurit TNI Angkatan Udara.
Pada hari itu, 26 Juni 2024, kami harus mengantri untuk bertemu. Beberapa tamu terlihat sudah lebih dulu ingin menghadap. Tampak dari seragamnya mereka adalah pejabat perwira.
Di ruang tunggu terdapat sederet foto Danlanud Raden Sadjad dari masa ke masa. Dari sini, saya juga baru tahu kalau Kolonel Dedy merupakan Danlanud ke-50.
Tiba saatnya giliran kami. Meskipun disibukkan dengan tugas, Danlanud bersedia meluangkan waktunya.
“Selamat datang. Terimakasih rekan-rekan wartawan sudah berkunjung ke Lanud Raden Sadjad,” ucapnya saat menjamu beberapa wartawan.
Suasana di ruang kerjanya jauh dari kemewahan. Hal ini menggambarkan bahwa Danlanud adalah sosok yang sederhana.
Kolonel Dedy tidak merasa canggung mengisahkan perjalanan karirnya menjadi seorang penerbang TNI AU.
Ia menceritakan, di masa lampau saat dirinya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, Dedy remaja terinspirasi dengan dunia penerbangan melalui film Supercarrier.
Film jaman dahulu itu mengisahkan kehidupan sebuah pesawat yang ada di kapal induk. Hal inilah yang menjadi sumber inspirasi utamanya menjadi pilot pesawat tempur.
Seiring waktu ia semakin termotivasi. Bahkan, ia rela menggeser jadwal belajarnya agar tidak melewatkan kesempatan menonton film Supercarrier khususnya pada Rabu malam.
“Film itu benar-benar memotivasi dan mengajarkan saya bagaimana mengatur waktu dengan bijak untuk mengejar impian,” ucapnya sambil tersenyum.
Cita-citanya terus menggelora, hingga akhirnya ia pun memutuskan masuk Taruna Akademi Angkatan Udara (AAU) pada tahun 1995. Kala itu masih gabung dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI).
Dikisahkannya, setelah lulus Taruna AKABRI pada tahun 1998, ia masuk sekolah perbang dan lulus pada tahun 2000.
“Penempatan pertama saya di skadron I Supadio, Pontianak. Saya menerbangkan pesawat tempur jenis Hawk 100 dan 200”.
Tujuh tahun kemudian, pria kelahiran Gresik 26 April 1977 ini, ditarik ke Skadron Udara 11. Selama 2 tahun disana, ia menerbangkan pesawat tempur Sukhoi.
Selanjutnya, ia mengikuti sekolah instruktur penerbang dan menjadi instruktur di Yogyakarta sekitar 3 tahun sampai 2012.
“Kemudian saya dapat perintah lagi bergabung di Skadron Udara 21 di Malang dengan pesawat Super Tucano sampai menjadi Komandan skadron”.
Tidak sampai disitu, pria berdarah Jawa ini selanjutnya dapat tugas sebagai operasi Mabes AU selama 2,5 tahun dan menjadi Kasubdis pangkalan 8 selama bulan.
Kemudian kembali ke Malang sebagai kepala dinas personil selama 4 bulan, kembali lagi ke Pontianak sebagai komandan wing selama 4 bulan, seterusnya mengikuti Sesko TNI di Bandung selama 8 bulan, dan menjadi Paban I Srena Mabes AU selama 2 tahun.
“Alhamdulillah, Allah memberikan saya kesempatan menjadi seorang pilot pesawat tempur dan sekarang saya mengabdi sebagai Danlanud Raden Sadjad mulai tanggal 05 Juli 2023,” cetusnya.(*)
Laporan : Hasonangan Lubis