2.147 Anak di Natuna Putus Sekolah, Kemiskinan jadi Sebab

NATUNA (marwahkepri.com) – Di tengah kekayaan sumber daya alam yang membentang di Kabupaten Natuna, tersimpan luka sosial yang memprihatinkan. Sebanyak 2.147 anak tercatat putus sekolah akibat kondisi ekonomi keluarga yang masih berada di bawah garis kemiskinan.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Natuna, Puryanti, membenarkan data tersebut saat dikonfirmasi pada Sabtu (5/7/2025).
“Kalau data kita dapat dari Kemensos, jumlahnya 2.147 anak, usia 7 sampai 18 tahun. Itu dari data DTSEN desil 1 dan 2,” ujarnya.
Puryanti menjelaskan, pihaknya saat ini sedang melakukan proses verifikasi dan validasi (verval) lapangan bersama camat, kepala desa, lurah, pendamping PKH, hingga TKSK, untuk memastikan keakuratan data.
“Kami terus bekerja dan masih berproses. Harapannya pendataan ini bisa selesai dengan baik agar semua anak bisa mendapatkan hak pendidikan sebagaimana mestinya,” tambahnya.
Meski menghadapi tantangan, Pemerintah Kabupaten Natuna tak tinggal diam. Melalui program pemerintah pusat, seperti Sekolah Rakyat (SR) yang telah mulai dijalankan, diharapkan anak-anak dari keluarga miskin tetap bisa mengakses pendidikan dasar secara layak.
Namun, program ini masih menghadapi berbagai kendala, seperti cakupan wilayah yang luas, keberlanjutan jangka panjang, rendahnya kesadaran sebagian orang tua, hingga hambatan transportasi di wilayah kepulauan.
Masalah anak putus sekolah di Natuna menunjukkan bahwa kemiskinan menjadi faktor dominan. Banyak keluarga kesulitan memenuhi kebutuhan dasar pendidikan anak, mulai dari seragam, biaya transportasi, hingga kebutuhan sehari-hari.
Pemerhati pendidikan lokal menilai persoalan ini tidak bisa ditangani hanya dari sektor pendidikan, melainkan harus diatasi melalui intervensi ekonomi, sosial, dan pemberdayaan masyarakat secara simultan.
Masalah anak putus sekolah di Natuna menjadi sinyal darurat bagi pemerintah dan semua pemangku kepentingan. Sinergi lintas sektor menjadi kunci penting untuk mewujudkan generasi emas Natuna yang berkeadilan.
“Selama masih ada anak yang tak bisa bersekolah karena kemiskinan, mimpi tentang generasi emas Natuna akan tetap terhalang kabut ketidakadilan,” tutup Puryanti. MK-nang
Redaktur: Munawir Sani