Konflik Keluarga Pendiri Singapura: Lee Hsien Yang Cari Suaka di Inggris Usai Pertikaian Warisan Rumah
SINGAPURA (marwahkepri.com) – Lee Hsien Yang, putra bungsu dari pendiri Singapura Lee Kuan Yew, mengejutkan publik setelah mengumumkan bahwa dirinya telah mendapat suaka di Inggris. Keputusan ini muncul setelah perselisihan yang berkepanjangan dengan saudara kandungnya, Lee Hsien Loong, mengenai nasib rumah warisan ayah mereka yang terletak di Jalan 38 Oxley Road.
Dilansir dari Reuters, Lee Hsien Yang mengungkapkan melalui unggahan di Facebook bahwa sejak 2022, ia berusaha untuk mendapatkan suaka di Inggris. Setelah menunggu selama dua tahun, ia akhirnya memperoleh izin tinggal di Inggris pada Agustus 2024.
“Serangan Pemerintah Singapura” Dalam unggahannya, Lee Hsien Yang menyebutkan bahwa tindakan pemerintah Singapura terhadap dirinya dan keluarganya menjadi alasan utama keputusannya untuk mencari suaka. Ia menambahkan bahwa pemerintah Singapura telah mengadili putranya, melakukan proses disipliner terhadap istrinya, dan meluncurkan penyelidikan polisi palsu yang berlangsung bertahun-tahun.
“Saya mencari perlindungan suaka sebagai upaya terakhir. Saya tetap menjadi warga negara Singapura dan berharap suatu hari nanti akan aman untuk kembali pulang,” ujar Lee Hsien Yang dalam unggahannya.
Konflik Warisan Rumah Perselisihan antara Lee Hsien Yang dan Lee Hsien Loong bermula dari perbedaan pendapat mengenai rumah yang diwariskan oleh ayah mereka, Lee Kuan Yew. Lee Hsien Yang berkeras agar rumah tersebut dihancurkan, sesuai dengan isi surat wasiat Lee Kuan Yew, yang ingin rumah tersebut dihancurkan karena kondisinya yang buruk. Namun, Lee Hsien Loong, yang juga mantan Perdana Menteri Singapura, berpendapat bahwa nasib rumah tersebut harus diputuskan oleh pemerintah Singapura dan berpotensi menjadi bangunan bersejarah.
Rumah Bersejarah Rumah di Jalan 38 Oxley Road memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi bagi Singapura. Lee Kuan Yew, yang meninggal pada tahun 2015, pernah menyatakan bahwa rumah tersebut tidak lagi layak dihuni karena kondisinya yang buruk, dengan dinding yang retak dan biaya pemeliharaannya yang mahal. Namun, rumah itu memiliki kenangan bersejarah, karena banyak tokoh penting Singapura berkumpul di sana untuk membahas masa depan negara.
Komite Kementerian yang menilai rumah tersebut menganggapnya sebagai bangunan bersejarah yang penting bagi Singapura, dengan signifikansi arsitektur dan warisan yang sangat tinggi. Beberapa pertemuan penting, bahkan yang melibatkan perencanaan pembangunan negara, pernah dilakukan di ruang bawah tanah rumah tersebut. MK-dtc
Redaktur : Munawir Sani