IFRAME SYNC
Dilema Nasib Guru Honorer dan Pihak Sekolah

Ilustrasi. (F: Ist)

JAKARTA (marwahkepri.com) – Kabar pemberhentian 107 guru honorer pada awal tahun ajaran baru di DKI Jakarta memicu banyak reaksi. Banyak pihak menyalahkan Dinas Pendidikan (Disdik) dan sekolah terkait, dengan banyak komentar, termasuk dari anggota dewan, yang menyebut tindakan tersebut tidak manusiawi karena berdampak pada keberlangsungan hidup para guru.

Namun, pemberhentian ini bukanlah kasus pertama. Di berbagai daerah lain, situasi serupa terjadi meskipun tidak selalu mendapatkan sorotan media. Penting untuk memahami bahwa kehadiran guru honorer di sekolah-sekolah tidak terjadi secara sembarangan. Pihak sekolah biasanya sudah mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi saat merekrut guru honorer.

Sekolah-sekolah mempekerjakan guru honorer berdasarkan kebutuhan yang telah diperhitungkan, mengingat adanya Tunjangan Profesi Guru (TPG) yang mensyaratkan guru mengajar minimal 24 jam per minggu. Pengangkatan guru honorer juga harus sesuai dengan alokasi dana yang tersedia, biasanya dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Plt Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta, Budi Awaluddin, mengungkapkan bahwa sejak 2017 telah dikeluarkan instruksi terkait pengangkatan guru honorer, yang harus mendapatkan rekomendasi dari Dinas Pendidikan (detikcom, 16/7). Instruksi ini berhubungan dengan upaya penataan tenaga honorer dan transisi ke ASN dan PPPK, di mana pemerintah melarang pengangkatan tenaga honorer, termasuk guru.

Langkah ini diambil untuk mempersiapkan pengangkatan tenaga honorer menjadi PPPK, dengan target pemerintah, BKN, dan KemenPAN-RB agar semua tenaga honorer sudah terangkat pada Desember 2024. Mereka akan menggantikan ribuan ASN yang pensiun. Namun, muncul dilema ketika tenaga PPPK yang lolos tes mulai ditempatkan, yang dapat mengusik keberadaan guru honorer yang telah mengabdi sebelumnya.

Bagi guru honorer, situasi ini menjadi sangat sulit. Mereka merasa terabaikan setelah sebelumnya direkrut untuk memenuhi kebutuhan sekolah. Kehilangan pekerjaan berdampak langsung pada kelangsungan hidup mereka, dan peluang untuk mendaftar PPPK maupun ASN pun tertutup, karena syarat pendaftaran memerlukan pengalaman sebagai tenaga honorer.

Situasi ini tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di berbagai daerah lain, di mana banyak guru honorer harus tersingkir akibat kedatangan guru PPPK. Untuk memberikan kesempatan bagi guru honorer mengikuti tes PPPK sangatlah berat, mengingat pemerintah belum sepenuhnya mengatasi masalah tenaga honorer dalam database BKN. Satu-satunya peluang yang tersisa bagi guru honorer adalah mengikuti tes ASN lewat jalur fresh graduate, yang tidak mensyaratkan pengalaman mengajar sebagai guru honorer.(mk/detik)

 

Redaktur: Munawir Sani

IFRAME SYNC
-
mgid.com, 846953, DIRECT, d4c29acad76ce94f