Kekayaan Rp 252 Triliun, Pendiri Telegram Tolak Godaan Dunia dan Hidup Sederhana

Pendiri dan CEO Telegram, Pavel Durov. (F: Tempo)
Marwahkepri.com – Pendiri dan CEO Telegram, Pavel Durov, dikenal tidak hanya karena kekayaannya yang melimpah tetapi juga karena gaya hidupnya yang sederhana. Forbes mencatat bahwa kekayaan Durov saat ini mencapai USD 15,5 miliar atau lebih dari Rp 252 triliun. Meski demikian, pria asal Rusia ini memilih untuk hidup dengan cara yang sangat sederhana, termasuk menggunakan smartphone yang terbilang murah.
Durov terkenal tidak pernah memamerkan gaya hidup mewahnya. Penampilannya juga cenderung simpel, hampir selalu mengenakan kaus berwarna gelap. Pada tahun 2017, di ulang tahunnya yang ke-33, Durov membagikan di akun pribadinya daftar hal-hal yang ia tinggalkan demi kesehatan dan kesejahteraan fisik, mental, serta spiritualnya.
“Hal-hal yang telah saya tinggalkan termasuk alkohol, nikotin, narkoba, kafein, makanan cepat saji, gula, dan televisi,” kata Durov.
Dalam sebuah postingan terbaru di akun Telegram resminya, Durov memamerkan ponsel murahnya yang rusak akibat terpapar cuaca panas di Dubai, tempat kantor pusat Telegram berada saat ini. Ponsel tersebut adalah Samsung Galaxy A52, sebuah model kelas menengah yang harga barunya sekitar Rp 5 juta. Durov mengaku telah menggunakan ponsel ini sebagai perangkat utama selama dua tahun terakhir.
“Aku telah menggunakan Samsung seharga USD 180 ini sebagai perangkat utamaku selama dua tahun terakhir. Aku memilihnya karena ini adalah salah satu ponsel yang paling banyak digunakan di kalangan pengguna Telegram,” tulisnya di Telegram.
“Aku ingin memahami pengalaman mereka untuk melayani mereka dengan lebih baik. Tapi sepertinya aku akan segera mengganti ponselku,” imbuh pria berusia 39 tahun itu.
Durov juga telah meninggalkan Rusia karena tidak ingin menerima perintah dari pemerintah mana pun dan menyebut klaim bahwa Telegram dikendalikan Rusia sebagai rumor palsu. Dia mengaku lebih memilih kebebasan daripada terikat dengan perintah pihak manapun.
Durov pernah mencoba pindah ke Amerika Serikat, namun mengalami kesulitan dalam merekrut talenta global dan menghadapi masalah birokrasi. Dia juga mengklaim telah diserang di San Francisco dan mendapatkan perhatian berlebihan dari badan keamanan AS, termasuk FBI, yang mencoba mempekerjakan pegawainya untuk menemukan backdoor Telegram. FBI belum memberikan tanggapan atas tudingan ini.
Akhirnya, Durov memilih Uni Emirat Arab sebagai lokasi baru untuk Telegram karena negara tersebut dianggap netral dan bersahabat dengan semua negara, tanpa bersekutu dengan kekuatan besar mana pun.(mk/dtc)
Redaktur: Munawir Sani