RI Dipastikan Raup US$ 70 Miliar pada 2030 dari Proyek Hilirisasi Nikel

RI Dipastikan Raup US$ 70 Miliar pada 2030 dari Proyek Hilirisasi Nikel

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. (F: Suara.com)

JAKARTA (marwahkepri.com) – Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) optimistis Indonesia bisa meraup nilai ekspor hingga US$ 70 miliar atau Rp 1.151 triliun (asumsi kurs Rp 16.455 per US$) pada tahun 2030 mendatang hanya dari salah satu komoditas.

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, perkiraan nilai ekspor tersebut berasal dari hasil produk olahan tambang atau proyek hilirisasi, khususnya nikel, di dalam negeri. Luhut menyebutkan bahkan pada tahun 2023 lalu, nilai tambah hilirisasi nikel dalam negeri hampir menyentuh angka US$ 40 miliar atau sekitar Rp 592,2 triliun.

“Saya kira ekspor kita tahun lalu itu hampir US$ 40 miliar. Dan saya pikir tahun 2030 kita akan dari downstreaming ini kita akan bisa ekspor sampai US$ 70 miliar,” ungkap Luhut dalam acara CNBC Indonesia MINDialogue, Kamis (20/6/2024).

Dia menambahkan, jika dibandingkan dengan negara serumpun di Asia Tenggara (ASEAN), Indonesia merupakan negara terkaya akan sumber mineral. “Kalau kita lihat, dan market yang besar itu ASEAN. ASEAN itu Indonesia yang terbesar di sana. Dan kita yang paling kaya di tanah dan kita bersyukur, kita sudah melakukan downstreaming beberapa tahun,” jelasnya.

Tidak hanya nikel, Luhut mengatakan Indonesia juga kaya akan sumber mineral lainnya yang bisa dihilirisasi lebih lanjut. Hal itu dinilai bisa mendorong Indonesia untuk membangun ekosistem industri baterai kendaraan listrik.

“Tidak hanya membuat tadi nickel ore menjadi iron steel, tapi juga kita bisa menjadi perkusor, katoda, dan sampai lithium baterai dan mobil listrik. Itu satu ekosistem yang kita bangun,” imbuhnya.

Dengan begitu, dia optimis Indonesia bisa menjadi negara dengan pendapatan per kapita yang tinggi pada tahun 2040 atau 2050 mendatang.

“Kami juga ingin negara yang high income country. Jadi tidak kami hanya sekedar penerima saja, bukan begitu. We have right also to be high income country,” tandasnya.(mk/cnbc)

 

Redaktur: Munawir Sani