Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah dan Bangunan hingga SPBU Terkait Kasus Korupsi Timah

JAKARTA (marwahkepri.com) – Kejaksaan Agung Republik Indonesia masih terus menyelidiki kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengungkap bahwa hingga saat ini telah ada sejumlah aset yang disita oleh penyidik. Selain itu, beberapa rekening juga telah diblokir.

Menurut Ketut, hingga saat ini tim penyidik telah melakukan pemblokiran terhadap 66 rekening dan menyita 187 bidang tanah atau bangunan. Selain itu, penyidik juga menyita sejumlah uang tunai, 55 unit alat berat, dan 16 unit mobil. Namun, tidak dijelaskan secara rinci aset tersebut berasal dari siapa.

Lebih lanjut, tim penyidik juga telah menyita enam smelter atau tempat pemurnian timah di wilayah Kepulauan Bangka Belitung dengan total luas bidang tanah mencapai 238.848 meter persegi. Selain itu, satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di wilayah Kota Tangerang Selatan juga telah disita.

“Enam smelter tersebut telah dititipkan kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar bisa beroperasi dan dikelola oleh BUMN. Hal ini dilakukan agar tindakan penyitaan tetap menjaga nilai ekonomis dan tidak memberikan dampak sosial yang merugikan,” jelasnya, Kamis (16/5/2024).

Diketahui bahwa smelter yang disita berasal dari beberapa perusahaan, antara lain smelter CV VIP, smelter PT SIP, smelter PT TI, dan smelter PT SBS. Penyitaan ini dilakukan oleh Kejagung sebelumnya pada tanggal 18 April 2024.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 21 tersangka, termasuk Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT), serta Helena Lim dari Pantai Indah Kapuk (PIK). Para tersangka diduga terlibat dalam kegiatan pertambangan liar atau ilegal di wilayah Bangka Belitung untuk mendapatkan keuntungan.

Hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB, Bambang Hero Saharjo, memperkirakan nilai kerugian kerusakan lingkungan dalam kasus ini mencapai Rp 271 triliun. Sedangkan kerugian keuangan negaranya masih dihitung. MK-mun

Redaktur: Munawir Sani