Kisah Kejam Raja La Pateddungi, Gemar Menggauli Paksa Istri dan Anak Gadis Rakyatnya
MARWAHKEPRI.COM – Di bawah bayang-bayang pohon-pohon rindang di Provinsi Sulawesi Selatan, terdapat sebuah cerita kelam dari masa lalu Indonesia yang mencoreng keindahan alamnya.
Kisah tragis ini mengenai Kerajaan Wajo dan Raja La Pateddungi, seorang penguasa yang kejam dan tidak bermoral.
Berdiri pada tahun 1399 Masehi, Kerajaan Wajo adalah salah satu dari banyak kerajaan yang tersebar di Indonesia, membentang dari Sabang hingga Merauke.
Namun, tidak semua penguasa kerajaan memimpin dengan bijaksana. Salah satu contohnya adalah Raja La Pateddungi To Samallangi, yang memimpin Kerajaan Wajo pada abad ke-15.
Pada awalnya, Kerajaan Wajo hidup dalam kedamaian dan kemakmuran di bawah kepemimpinan Batara Wajo I dan Batara Wajo II. Namun, segalanya berubah ketika La Pateddungi naik tahta.
Kepemimpinan La Pateddungi dipenuhi dengan kekejaman dan amoralitas. Ia seperti binatang buas, menculik istri dan anak gadis rakyatnya sendiri untuk memuaskan nafsunya yang gelap. Bahkan, perbuatannya terang-terangan dan membuat seluruh kerajaan tercengang.
Meskipun sang paman, Arung Saotanre, mencoba memberikan nasihat kebijaksanaan padanya, namun La Pateddungi tidak menggubrisnya, ia terus melanjutkan tindakan keji dan memaksa wanita-wanita yang tidak bersalah.
Akibat perbuatannya yang kejam, banyak warga Wajo memilih untuk meninggalkan kerajaan ini. Mereka pindah ke Penrang atau bahkan menyeberang ke Pammana, mencari perlindungan dari teror La Pateddungi.
Tidak tahan melihat penderitaan rakyatnya, sang paman Arung Saotanre dan sekelompok petinggi Kerajaan Wajo bersatu untuk mengakhiri pemerintahan kejam La Pateddungi.
Mereka memutuskan untuk mengusir sang raja yang kejam itu dari wilayah mereka. Dalam perjalanan pengusiran tersebut, La Pateddungi akhirnya menemui ajalnya dengan cara yang tragis.
Kisah Kerajaan Wajo dan Raja La Pateddungi menjadi peringatan bagi kita semua tentang bahaya kekuasaan yang disalahgunakan.
Sejarah ini mengajarkan pentingnya kepemimpinan yang adil dan beretika, serta mengingatkan kita akan konsekuensi dari tindakan kejam dan tidak bermoral.
Semoga kita semua dapat belajar dari masa lalu untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi negeri ini.***
Sumber : Pops.id
Redaktur : Munawir SaniÂ