Tolak Relokasi Rempang-Galang, Aliansi Pemuda Melayu Gelar Aksi di Kantor BP Batam
BATAM (marwahkepri.com) – Kelompok massa dari Pulau Rempang – Galang akan berkumpul di gedung BP Batam, Batam Center, Rabu (23/8/2023).
Sebelum menuju gedung BP Batam, anggota massa yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Melayu menggunakan kawasan Temenggung Abdul Jamal sebagai titik pertemuan.
Mereka datang dalam formasi yang beriringan, menggunakan kendaraan bermotor seperti mobil dan sepeda motor.
Salah satu tuntutan mereka adalah menentang relokasi dari 16 titik kampung tua di Rempang dan Galang.
Dian Arniandi, yang merupakan koordinator dari Aliansi Pemuda Melayu, dalam kelompok Aliansi Pemuda Melayu, mengingatkan semua peserta untuk tetap menjaga emosi mereka.
Hal ini dilakukan untuk menghindari konflik dan menjaga fokus pada tuntutan mereka dalam memperjuangkan aspirasi yang diinginkan oleh masyarakat.
Sebagai informasi tambahan, dua hari sebelum aksi demonstrasi di gedung BP Batam, tepatnya pada hari Senin (21/8/2023), beberapa warga dari Pulau Rempang dan Galang telah melakukan aksi blokade jalan di Jembatan IV Barelang.
Suwardi, seorang tokoh masyarakat dari Pulau Rempang, menyatakan bahwa tindakan blokade jalan ini tidak akan terjadi apabila pihak instansi yang bersangkutan bersedia untuk membahas proyek pengembangan investasi di wilayah tersebut.
Ia juga menegaskan bahwa sebelum dilakukan pengembangan, pihak yang terkait dengan investasi di Rempang Galang sebaiknya terlebih dahulu melakukan pertemuan tiga pihak, yaitu BP Batam, Pengembang, dan Masyarakat.
“Kami pasti akan mendukung jika terdapat niat baik. Kami berharap agar BP Batam, pengembang, dan masyarakat bisa hadir dan bersatu untuk membahas hal ini,” kata Suwardi seperti dilansir dari tribunbatam.
Hingga saat ini, Suwardi menyatakan bahwa tidak ada sosialisasi resmi yang telah dilakukan oleh instansi terkait, termasuk dari Lurah, Camat, dan bahkan BP Batam sendiri.
“Kami hanya mendapatkan pemberitahuan-pemberitahuan dan informasi dari berita saja,” katanya.
Lebih lanjut, Suwardi menyampaikan bahwa di wilayah Rempang Galang terdapat 16 kampung tua yang akan terdampak oleh proyek pengembangan ini, dengan 11 kampung berasal dari Pulau Rempang dan sisanya dari Galang dan Galang Baru.
Ia juga menyayangkan sikap lurah dan camat yang belum pernah mengadakan rapat atau berkoordinasi bersama dengan masyarakat mengenai rencana di wilayah Rempang Galang.
“Kemungkinan kurangnya komunikasi antara camat dan masyarakat terkait program-program yang telah diusulkan. Karena ada penolakan dari masyarakat, mungkin mereka ragu untuk memberikan sosialisasi karena takut ditolak oleh masyarakat,” ujarnya.
Suwardi juga menekankan bahwa masyarakat Rempang dan Galang bukanlah menolak pembangunan, tetapi mereka ingin mempertahankan kampung halaman mereka yang merupakan warisan nenek moyang.
“Ironisnya, selama ini laporan dari BP Batam kepada Pemerintah Pusat mungkin menyebutkan bahwa di wilayah Rempang Galang tidak ada masyarakat. Sehingga pemerintah pusat membuat program tanpa mempertimbangkan nasib warga,” ungkapnya.
Ia menguatkan bahwa selama belum ada kejelasan mengenai nasib kampung-kampung warga, masyarakat akan terus berusaha menghadang siapapun yang mencoba merampas warisan nenek moyang mereka.
“Kami memohon kepada Kepala BP Batam dan Presiden Republik Indonesia untuk segera mengambil tindakan. Ini berkaitan dengan kehormatan dan marwah. Jika dibiarkan berlarut-larut, dapat timbul hal-hal yang tidak diinginkan,” tegas Suwardi. MK-mun
Redaktur : Munawir Sani