Dr. Saiman Pakpahan: Sejarah Ketegangan Diplomatik Indonesia-Malaysia Tidak Linear dengan Relasi Sosial Masyarakat

Dr. Saiman Pakpahan, M.Si dalam Presentasi Promovendus Pertanggungjawaban Akademik Sidang Terbuka Promosi Doktor di Kampus Dago Program Pascasarjana FISIP Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung, pada Senin (14/08/2023). F: dok.mk

BANDUNG (MK) – Soekarno mengumandangkan bahwa nasionalisme kita adalah nasionalisme yang membuat kita menjadi ‘Perkakasnya Tuhan’, dan membuat kita menjadi ‘hidup di dalam roh’. Nun di seberang sana, Albert Einstein mengoceh, nasionalisme adalah penyakit yang kekanak-kanakan. Itu adalah penyakit campak dari ras manusia.

Nasionalisme adalah paradoks kebangsaan sekaligus ironi kemanusiaan sepanjang peradaban. Oleh kaca pandang futurisme, nasionalisme adalah bola kristal usang yang tidak meramalkan apa-apa tentang kepastian rezim digitalisme.

Bagaimana seorang kandidat Doktor Saiman Pakpahan melihat dilema nasionalisme dalam aproksimasi sejarah konflik diplomatik Indonesia-Malaysia yang kemudian menjadi drama kemanusiaan ketika mitos nasionalisme terlibat penuh di dalamnya.

Ketegangan diplomatik ataupun konflik bilateral antar negara tidak selalu berdampak langsung dan seragam pada hubungan sosial antar warga masing-masing kawasan. Konstruksi negara tentang relasi bilateral Indonesia dan Malaysia yang diwarnai dengan ketegangan diplomatik tidak selalu linear dengan relasi sosial masyarakat perbatasan di kedua negara. Hal ini diutarakan oleh Dr. Saiman Pakpahan, M.Si dalam Presentasi Promovendus Pertanggungjawaban Akademik Sidang Terbuka Promosi Doktor di Kampus Dago Program Pascasarjana FISIP Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung, pada Senin (14/08/2023), dengan judul “Konstruksi Identitas Sosial Masyarakat Perbatasan Indonesia-Malaysia di Provinsi Riau”.

Di hadapan para tim penguji yakni Prof. Dr. R. Widya Setiabudi Sumadinata (Ketua Sidang), Dr. Wawan Budi Darmawan, SIP.,M.Si. (Sekretaris), Prof. Dr. Obsatar Sinaga, S.IP., M.Si. (Ketua Promotor), Prof. Drs. Yanyan M. Yani, MAIR, Ph.D (Anggota), Prof. Dr. R. Widya Setiabudi S, S.IP., S.Si., M.T., M.Si. (Anggota), Prof. Dr. Arry Baimus, MA (Penguji), Dr. Arfin Sudirman, S. IP., MIR (Penguji), Dr. Wawan Budi Darmawan, SIP.,M.Si(Penguji), dan Prof. Nandang (Penguji/GB), Saiman mengemukakan bahwa, masyarakat di perbatasan pada posisi yang independen dalam membentuk identitas sosial dan terkadang tidak simetris dengan konstruksi negara.

Saiman melihat ketegangan dalam level elit dan struktur negara tidak selalu menimbulkan ketegangan antara warga Riau di perbatasan Indonesia–Malaysia terutama Kabupaten Bengkalis, Rupat, dan Meranti. Menurut hipotesanya, hal ini dilatarbelakangi oleh identitas sosial yang dibagi oleh penduduk di kawasan perbatasan tersebut.

Dalam disertasinya, Saiman menempatkan diskursus identitas sosial dan keamanan berbasis masyarakat berdasarkan studi kasus perbatasan Indonesia dan Malaysia di area pesisir Provinsi Riau. Penelitian menggunakan mazhab Kopenhagen sebagai pisau analisa utama untuk membahas, menganalisa dan menjelaskan fenomena yang terjadi di realitas masyarakat perbatasan Indonesia-Malaysia di Provinsi Riau. Di dalam penelitian ini, secara khusus peneliti menggunakan kerangka pemikiran McSweeney untuk mengeksplorasi pembentukan identitas sosial maupun keamanan kemasyarakatan (societal security) di perbatasan Riau.

Dr. Saiman Pakpahan, M. Si didampingi oleh Dekan FISIP UNRI Dr. Meizy Heriyanto, M.Si dan Ketua Senat FISIP UNRI, Prof Dr. Yusmar Yusuf, M.Phil bersama para akademisi lainnya.

Presentasi Pertanggungjawaban Akademik Sidang Terbuka Promosi Doktor oleh Dr. Saiman Pakpahan, M.Si dapat disimak secara utuh berikut ini:

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Yang saya hormati Ketua Sidang, Yang Terpelajar Bapak. Prof. Dr. R. Widya Setiabudi Sumadinata. Sekretaris Sidang, Yang Terpelajar Bapak Dr. Wawan Budi Darmawan, SIP.,M.Si.

Yang saya hormati, Tim Promotor,

  1. Yang Amat Terpelajar Bapak Prof. Dr. Obsatar Sinaga, S.IP., M.Si. sebagai Ketua
  2. Yang Amat Terpelajar Bapak Prof. Drs. Yanyan M. Yani, MAIR, Ph.D, sebagai Anggota
  3. Yang Terpelajar Prof. Dr. R. Widya Setiabudi S, S.IP., S.Si., M.T., M.Si. (Han), sebagai Anggota

Yang saya hormati, Tim Oponen Ahli

  1. Yang Amat Terpelajar Bapak Prof. Dr. Arry Baimus, MA
  2. Yang Terpelajar Bapak Dr. Wawan Budi Darmawan, SIP.,M.Si
  3. Yang Terpelajar Bapak Dr. Arfin Sudirman, S. IP., MIR.

Yang saya hormati dan Yang Amat Terpelajar Bapak Prof. Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum., selaku representasi guru besar Universitas Padjadjaran. Pimpinan sidang, Sekretaris sidang, Ketua dan Anggota Tim Promotor, Tim Oponen ahli serta representasi Guru Besar yang amat terpelajar, dan hadirin yang saya hormati. Ijinkan pada kesempatan yang mulia ini promovendus menyampaikan presentasi disertasi sebagai pertanggungjawaban akademik dengan judul: “KONSTRUKSI IDENTITAS SOSIAL MASYARAKAT PERBATASAN INDONESIA-MALAYSIA DI PROVINSI RIAU”.

Aktualisasi dan Relevansi Masalah:

Hubungan yang terjalin dalam level negara antara Indonesia dan Malaysia merupakan sebuah hubungan yang fluktuatif. Indonesia dan Malaysia, sebagai negara tetangga di Asia Tenggara, merupakan negara yang saling berbagi sejarah dan warisan budaya, serta menjalin pola relasi ketergantungan ekonomi antara satu sama lain sehingga mendorong kedua negara untuk menjalin hubungan bilateral selama bertahun-tahun semenjak kemerdekaan.

Sekalipun secara historis hubungan Indonesia-Malaysia berakar dari perjuangan bersama dalam usaha merebut kemerdekaan negara masing-masing dari kekuasaan kolonial sehingga menumbuhkan semacam rasa solidaritas dan kekeluargaan antara kedua bangsa, namun era pasca-kemerdekaan hingga paska reformasi Indonesia menghadirkan tantangan dan konflik yang didasari oleh beberapa faktor, beberapa di antaranya adalah karena perbedaan ideologis ataupun perselisihan teritorial yang membuat hubungan antara kedua negara menjadi tegang dalam beberapa periodesasi pasca kemerdekaan.

Ketegangan diplomatik ataupun konflik bilateral antara Indonesia dan Malaysia menyebabkan meningkatnya nasionalisme dan rasa solidaritas di antara masing-masing warga negara yang pada gilirannya menumbuhkan rasa identitas nasional yang lebih kuat. Hal ini memantik peningkatan dukungan dan persatuan di antara warga negara, terutama ketika mereka menganggap negara mereka terancam. Selain itu, ketegangan diplomasi ataupun konflik bilateral juga dapat menimbulkan persepsi negatif, stereotip, dan prasangka terhadap warga negara lawan, yang berpotensi merenggangkan hubungan sosial. Contoh paling menonjol dari respon semacam ini dapat kita lihat dari respon sebagian besar rakyat Indonesia yang mendukung “program” Ganyang Malaysia di masa Soekarno.

Namun, di sisi lain, ketegangan diplomatik ataupun konflik bilateral antar negara tidak selalu berdampak langsung dan seragam pada hubungan sosial antar warga masing-masing kawasan. Konstruksi negara tentang relasi bilateral Indonesia dan Malaysia yang diwarnai dengan ketegangan diplomatik tidak selalu linear dengan relasi sosial masyarakat perbatasan di kedua negara. Masyarakat di diperbatasan pada posisi yang independen dalam membentuk identitas sosial dan terkadang tidak simetris dengan konstruksi negara. Peneliti melihat ketegangan dalam level elit dan struktur negara tidak selalu menimbulkan ketegangan antara warga Riau di perbatasan Indonesia–Malaysia terutama kabupaten Bengkalis, Rupat, dan Meranti. Menurut hipotesa penulis, hal ini dilatarbelakangi oleh identitas sosial yang dibagi oleh penduduk di kawasan perbatasan tersebut.

Fenomena sosial masyarakat perbatasan didiskusikan dengan menggunakan konsep identitas sosial dan keamanan masyarakat. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, identitas sosial merupakan salah satu aspek yang turut membangun dan merekatkan keutuhan sebuah negara. Identitas juga menjadi aspek penting dalam terjalinnya komunikasi dan hubungan sosial baik sesama anggota kelompok atau tatanan masyarakat hingga antar anggota kelompok atau tatanan masyarakat dengan anggota kelompok atau tatanan masyarakat lain. Dinamika identitas sosial masyarakat di perbatasan juga merupakan tema yang selalu mendapatkan perhatian dalam diskursus societal security (kemananan kemasyarakatan). Identitas sosial dan kemanaan kemasyarakatan di perbatasan merupakan dua aspek yang saling berhubungan satu sama lain.

Identitas sosial menurut Alexender Wendt (1999: 24) merupakan atribut yang melekat dan menjadi daya dorong dalam melakukan tindakan baik bagi individu maupun bagi ruang lingkup komunitas yang lebih besar seperti negara. Identitas masyarakat perbatasan antara dua atau lebih negara yang saling berbagi identitas yang sama merupakan sebuah hal yang unik, karena kepentingan dan interaksi yang mereka miliki dan jalankan kerap kali berkelindan dengan status mereka sebagai warga sebuah negara dan ikatan historis yang kerap kali telah terjalin bahkan sebelum masing-masing negara tersebut berdiri dengan konsep nasionalisme dan kepentingan nasional mereka masing-masing. Karena itulah, identitas yang terkonstruksi dalam beberapa tatanan masyarakat yang berasal dari negara yang berbeda namun saling berbagi identitas sosial yang sama seringkali memiliki pola interaksi maupun keterhubungan yang melampaui batas negara. Hal yang sama juga terjadi dengan masyarakat perbatas antara Indonesia dan Malaysia.

Beberapa studi menunjukkan keragaman strategi dalam merawat keamanan dan nasionalisme di kawasan perbatasan. Untuk itu, menjaga negara kesatuan republik Indonesia dari ancaman menurunya nasionalisme, harus dilakukan dengan berbagai cara dan upaya pendekatan. Pemahaman terhadap faktor-faktor yang menyebabkan penguatan dan degradasi nasionalisme pada sejumlah daerah di perbatasan Indonesia dipercaya berguna untuk memitigasi persoalan yang muncul sekaligus cara mengatasinya.

Transformasi sosial dan dinamika pergeseran identitas sosial masyarakat di perbatasan juga berguna untuk melihat dinamika nasionalisme di daerah perbatasan. Identitas sosial merupakan tema penting dalam diskursus nasionalisme dan keamanan yang berbasis masyarakat di kawasan perbatasan. Menurut Bill McSweeney (2004), faktor identitas sosial dan kepentingan masyarakat di kawasan perbatasan merupakan aspek penting yang perlu mendapatkan perhatian dalam pembentukan keagamaan di perbatasan dengan berbasis pada masyarakat.

Disertasi ini menempatkan diskursus identitas sosial dan keamanan berbasis masyarakat berdasarkan studi kasus perbatasan Indonesia dan Malaysia di area pesisir Provinsi Riau. Penelitian menggunakan mazhab Kopenhagen sebagai pisau analisa utama untuk membahas, menganalisa dan menjelaskan fenomena yang terjadi di realitas masyarakat perbatasan Indonesia-Malaysia di Provinsi Riau. Di dalam penelitian ini, secara khusus peneliti menggunakan kerangka pemikiran McSweeney untuk mengeksplorasi pembentukan identitas sosial maupun keamanan kemasyarakatan (societal security) di perbatan Riau.

Orisinalitas Penelitian

Isu tentang perbatasan dan keamanaan sudah banyak mendapatkan perhatian sarjana. Berbagai sudut pandang digunakan para sarjana dalam mengeksplorasi isu tersebut. Kajian tentang keamanan perbatasan yang menekankan pendekatan militer mengalami pergeseran seiring dengan diperkenalkannya konsep societal security atau keamanan kemasyarakatan.

Beberapa sarjana membahas isu perbatasan dua negara serumpun dengan memfokuskan pada periode konfrontasi antara kedua negara. Kajian lain berfokus pada mobilitas sosial di wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia, interaksi budaya, relasi sosial ekonomi, relasi gender, ataupun dinamika politik nasional pada masing-masing negara. Diskursus perbatasan Indonesia dan Malaysia juga dibahas dengan menekankan pada perempuan dan perburuhan, identitas sosial dan kontruksi relasi budaya.

Kendatipun demikian, studi yang memotret persoalan perbatasan dua negara dengan menggunakan teori identitas sosial dan keamanaan kemasyarakatan (societal security) masih relatif terbatas. Wendy Mee (2015, 2019) memang pernah membahas relasi bilateral antara Indonesia dan Malaysia dengan berfokus pada isu perempuan dan perburuhan di Kalimantan. Kajiannya memberikan pemahaman penting tentang perempuan dan kontruksi budaya dalam konteks masyarakat perbatasan. Akan tetapi Mee tidak memfokuskan pembahasannya dalam konteks isu keamanan masyarakat.

Kajian perbatasan Indonesia dan Malaysia belum dibahas dengan menempatkan pada diskursus interseksionalitas identitas sosial dan keamanaan kemasyarakatan (societal security). Riau merupakan wilayah yang tepat untuk memperbincangkan tema ini mengingat kawasan Selat Malaka yang berada di perbatasan Indonesia-Malaysia, sebagian besar berada dalam wilayah Provinsi Riau, Indonesia. Penelitian ini berfokus menjawab pertanyaan akademik: mengapa ketika hubungan bilateral antara Indonesia dengan Malaysia mengalami ketegangan, ternyata hal tersebut tidak berdampak pada relasi sosial masyarakat pada perbatasan di provinsi Riau; bagaimana konstruksi identitas sosial masyarakat perbatasan Indonesia dan Malaysia di Riau; serta bagaimana relasi identitas sosial dan kepentingan masyarakat di perbatasan Riau dikaitkan dengan keamanan kemasyarakatan (societal security).

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi lapangan yang menggunakan penelitian kualitatif. Sumber data diperoleh melalui studi observasi dan wawancara yang dilakukan di lokasi penelitian yakni perbatasan Indonesia dan Malaysia di Provinsi Riau. Data dari sumber primer diperoleh peneliti melalui keterangan dari informan yang didapatkan melalui teknik wawancara maupun observasi lapangan. Data dianalisa dengan Langkah-langkah sebagaimana disarankan oleh Hubermas dan Miles untuk mendapatkan pemahaman menyeluruh tentang interseksionalitas identitas sosial dan keamanan kemasyarakatan di wilayah perbatasan.

 

Sistematika Penyusunan Disertasi dan Kesimpulan

Penyusunan disertasi ini telah sesuai dengan sistematika menurut ketentuan yang berlaku pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Hasil penelitian disertasi ini dituangkan dalam beberapa poin kesimpulan sebagai berikut. Pertama, identitas sosial dan keamanan kemasyarakatan pada wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia merupakan entitas yang saling bertalian. Konteks sosial dan praktik keseharian masyarakat di wilayah perbatasan pada level mikro memengaruhi dan dipengaruhi dinamika sosial politik yang berlangsung pada kedua negara, yakni Indonesia dan Malaysia, dalam pembentuak keharmonisan sosial antara masyarakat di perbatasan.

Kedua, konstruksi identitas sosial masyarakat di perbatasan memengaruhi performa keamanaan kemasyarakatan. Kendatipun Indonesia dan Malaysia memiliki pengalaman konflik dan konfrontasi, namun masyarakat di kawasan perbatasan menyadari bahwa mereka saling memiliki ketergantungan satu sama lain, baik secara sosial, ekonomi maupun budaya.

Ketiga, kontribusi identitas sosial memiliki peranan penting dalam pembentukan perdamaian dan keamanan berbasisi kemasyarakatan. Penelitian ini menemukan bahwa praktik sosial sehari-hari dan pengalaman subyektif warga di perbatasan berpengaruh terhadap pembentukan dan konstruksi relasi sosial yang harmonis antara masyarakat di perbatasan. Negara dalam hal ini bukan selalu berupa narasi besar yang mengabaikan identitas sosial individu yang ada di dalamnya; melainkan sebaliknya, praktik sosial individu yang berbasis masyarakat biasa cenderung berkontribusi terhadap pembentukan perdamaian berbasis kemasyarakatan. Praktik kultural, ekonomi, maupun kebijakan keamaan di kawasan perbatasan yang menjadi lokasi penelitian ini memperlihatkan peranannya dalam memperkaya diskursus keamanaan kemasyarakatan di perbatasan.

Untuk mengakhiri penyampaian, penelitian ini merekomendasikan dua hal berikut. Pertama, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Provinsi Riau dalam melakukan penguatan identitas sosial pada masyarakat di perbatasan tidak hanya berfokus pada kebijakan makro yang melibatkan dua negara, melainkan juga memperhatikan dinamika mikro masyarakat di perbatasan. Kedua, perlu penguatan kajian tentang konstruksi identitas sosial masyarakat di perbatasan dan pengaruhnya terhadap keamanan masyarakat perbatasan, yang dilakukan tidak hanya di satu titik perbatasan melainkan pada berbagai kawasan perbatasan Indonesia dengan negara lain.

Pimpinan sidang, sekretaris sidang, tim promotor, tim oponen ahli dan representasi Guru Besar serta hadirin yang saya hormati. Demikianlah pertanggungjawaban akademik disertasi ini promovendus sampaikan. Terima kasih atas perkenannya.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Dr. Saiman Pakpahan

MK-r

Redaktur: Munawir Sani

 

-
mgid.com, 846953, DIRECT, d4c29acad76ce94f