Faisal Bahri Sebut Bahlil Jadi Menteri ESDM untuk Permudah Bagi-bagi Izin Tambang

Ekonom Faisal Basri dalam diskusi Ngobrol @Tempo bertajuk "Menemukan Jalan Subsidi BBM Tepat Sasaran" di Gedung Tempo, Jakarta pada Selasa, 30 Agustus 2022. (Foto: Norman Senjaya)
JAKARTA (marwahkepri.com) – Sejumlah ekonom mengungkapkan keberatan atas penunjukan Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam reshuffle kabinet yang diumumkan pada 19 Agustus 2024. Penunjukan ini, yang menggantikan Arifin Tasrif, dipandang oleh beberapa pengamat sebagai langkah strategis untuk konsolidasi kekuasaan dan pengaturan izin tambang, alih-alih sebagai upaya reformasi sektor energi.
Ekonom Senior INDEF, Faisal Basri, menyatakan kekhawatirannya bahwa pergantian menteri di posisi strategis ini adalah bagian dari politik transaksional yang akan mempermudah pembagian izin tambang. Menurutnya, penunjukan Bahlil, yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala BKPM, mungkin dimaksudkan untuk memuluskan proses pembagian konsesi tambang kepada berbagai organisasi masyarakat.
“Saya khawatir penunjukan ini hanya akan mempercepat proses penguasaan tambang melalui penunjukan langsung, bukan lelang terbuka, yang bisa merusak tatanan dan memperburuk integritas sektor ini,” ujar Faisal dalam diskusi bertajuk ‘Kemerdekaan dan Moral Politik Pemimpin Bangsa’.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, sependapat dengan Faisal. Ia mengkritik keputusan mendadak ini sebagai langkah yang didorong oleh pertimbangan politik ketimbang kebutuhan sektor energi yang mendalam. Wijayanto juga menyebutkan bahwa penunjukan Bahlil bisa jadi bagian dari strategi untuk mempercepat distribusi izin tambang kepada kelompok tertentu.
“Penunjukan ini tampaknya lebih fokus pada kepentingan politik, bukan reformasi yang substansial. Ini bisa memperburuk iklim usaha dan menambah ketidakpastian,” kata Wijayanto.
Ekonom Senior INDEF lainnya, Didin S Damanhuri, menambahkan bahwa penunjukan Bahlil bisa memperkuat posisinya dalam memberikan konsesi tambang, sementara tujuan yang lebih besar mungkin adalah mendorong Bahlil menjadi Ketua Umum Partai Golkar. Didin berharap agar distribusi izin tidak menjadi alat untuk melemahkan daya kritik organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah dan NU, yang seharusnya berfungsi sebagai pengimbang kekuasaan pemerintah.
“Ormas besar seperti NU dan Muhammadiyah memiliki peran penting dalam menyeimbangkan kebijakan. Namun, jika mereka terlibat dalam pembagian konsesi tambang, mereka mungkin kehilangan kemampuan kritis terhadap kebijakan pemerintah,” tegas Didin.
Selain penunjukan Bahlil Lahadalia, reshuffle kabinet juga mencakup pengangkatan Rosan Roeslani sebagai Menteri Investasi/Kepala BKPM dan Angga Raka sebagai Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika. Jokowi juga melantik sejumlah kepala badan baru, termasuk Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi dan Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana.
Penunjukan ini menandai perubahan signifikan di akhir masa pemerintahan Jokowi, yang banyak dipertanyakan oleh para ekonom dan pengamat sebagai langkah politik strategis lebih dari sekadar upaya untuk memperbaiki atau mereformasi sektor-sektor kritis. MK-dtc
Redaktur : Munawir Sani