Bupati Cen Tancap Gas! Utang Lama Belum Lunas, Proyek Baru Sudah Digelar

Bupati Natuna, Cen Sui Lan. (f: nang)
NATUNA (marwahkepri.com) – Di tengah deretan utang yang belum lunas kepada pihak ketiga, Pemerintah Kabupaten Natuna justru kembali menggulirkan sejumlah proyek pembangunan baru.
Kini mata publik tertuju pada Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) yang secara serentak menggelontorkan enam paket proyek Penunjukan Langsung (PL) dengan nilai yang seragam yakni sebesar Rp 171.000.000 per paket.
Menariknya, nilai proyek yang identik ini justru diberikan untuk pekerjaan dan lokasi yang berbeda-beda. Dari enam paket tersebut, tiga di antaranya dimenangkan oleh satu rekanan yakni CV Karya Abadi.
Fakta ini menimbulkan berbagai tanda tanya: ada apa di balik proyek-proyek kembar ini? Mengapa angka-angkanya begitu seragam? Dan siapa sebenarnya yang paling diuntungkan?
Berikut ini rincian enam proyek fisik “kembar” yang tersebar di beberapa titik di Kabupaten Natuna :
– Pembangunan batu miring di Gang Kelimpat, Sedanau – CV Air Bunga
– Pembangunan drainase di Batu Ampar – CV Karya Abadi
– Drainase Air Tawak Atas – CV Pijar Mandiri
– Semenisasi menuju MI Darul Ulum Ranai – CV Karya Abadi
– Drainase di Pelimpak, Serasan – CV Cahaya Bahtera Nusantara
– Jalan menuju Tegul Tuk Terang, Bandarsyah – CV Karya Abadi
Tiga proyek dikerjakan oleh CV Karya Abadi, yang secara tidak langsung menunjukkan dominasi perusahaan ini dalam proyek penunjukan langsung tahun ini.
Dengan nilai identik dan pemenang yang berulang, publik pun mencium adanya pola khusus atau bahkan “jalur dalam” dalam proses pengadaan proyek.
Yang lebih memprihatinkan, peluncuran proyek-proyek ini terjadi saat utang pemerintah daerah kepada para kontraktor lama belum juga dilunasi.
Kondisi ini memunculkan kekhawatiran bahwa ada pembiaran terhadap kewajiban lama, atau bahkan potensi pengabaian terhadap prinsip keadilan dalam tata kelola keuangan daerah.
Saat dikonfirmasi pada Senin (21/07/2025), Kepala Dinas Perkim, Edi Rianto, membenarkan bahwa proyek-proyek tersebut menggunakan dana dari Dana Alokasi Umum (DAU). Namun, ketika ditanya mengenai urgensi dan prioritas proyek di tengah kondisi keuangan yang belum stabil, Edi belum memberikan penjelasan yang memadai.
Situasi ini juga menjadi ironi bagi masyarakat Natuna. Di satu sisi, pembangunan terus berjalan. Di sisi lain, keadilan dan transparansi pengelolaan anggaran dipertanyakan.
Bila proyek bisa dijalankan dengan angka kembar tanpa alasan logis, dan pemenangnya didominasi oleh satu perusahaan, bagaimana masyarakat bisa yakin prosesnya benar-benar bersih?
Apalagi ketika kontraktor lama yang sudah menyelesaikan pekerjaan belum mendapatkan pelunasan pembayaran, muncul pertanyaan lebih besar, apakah pembangunan ini demi rakyat, atau hanya demi kepentingan segelintir orang?
Hingga kini, pertanyaan kunci tetap menggantung di udara: “Untuk apa proyek baru dilelang jika beban utang lama belum dibereskan?”
Publik menanti jawaban. Tapi lebih dari itu, publik menuntut keadilan dan transparansi. MK-nang
Redaktur: Munawir Sani