Tak Hanya Umar Patek, Hermansyah “Ambon” Eks Napi Narkoba Sukses Bangun MAPIJEK dan Kedai Kopi Ali di Tanjungpinang

TANJUNGPINANG (marwahkepri.com) – Di tengah sorotan media nasional terhadap sosok Umar Patek yang kini dikenal sebagai barista pembawa pesan damai, kisah serupa ternyata juga tumbuh di tanah Melayu, tepatnya di Tanjungpinang.
Hermansyah, atau yang akrab disapa Ambon, mantan narapidana kasus narkoba dari Lapas Narkotika Tanjungpinang, kini bangkit sebagai Direktur Mantan Napi Projek (MAPIJEK) Tanjungpinang — sebuah gerakan sosial yang berkembang menjadi unit usaha kolektif, memberdayakan lebih dari 20 mantan narapidana di Kota Gurindam, Tanjungpinang.
Hermansyah bukanlah sosok yang kerap tampil di panggung seminar atau diskusi publik. Ia lebih nyaman berada di balik bar kedai kopi kecil yang kini mulai ramai pelanggan. Namun, jika diajak duduk sejenak, ia tak segan berbagi cerita tentang gelapnya malam di balik jeruji besi, tentang hari pertama menghirup udara bebas yang terasa seperti dunia tak mau menerima kehadirannya dan tentang keputusan besar yang ia ambil: bergabung dengan MAPIJEK dan kemudian menjadi nahkoda gerakan sosial yang lahir dari luka namun tumbuh dalam harapan.
“Saya tahu rasanya keluar dari lapas. Ingin berubah, tapi bingung harus ke mana,” ujar Hermansyah dalam suasana hangat di Kedai Kopi Ali, salah satu lini usaha MAPIJEK, Jumat (27/6/2025).
Selain kedai kopi, MAPIJEK kini juga mengembangkan jasa kurir, bengkel motor dan mobil, hingga layanan pangkas rambut panggilan. Semua usaha itu dijalankan oleh mantan warga binaan yang kini berjuang untuk hidup bermartabat.
MAPIJEK bukan hanya tentang mencari penghasilan. Di balik racikan kopi dan deru mesin motor, tersembunyi kisah-kisah luka, penolakan, dan stigma sosial. Tak heran, setiap pagi sebelum memulai aktivitas, para anggota MAPIJEK rutin berkumpul untuk berbagi cerita atau dalam istilah mereka, “kopi dan curhat.” Suasana kekeluargaan itulah yang perlahan menjadi ruang pemulihan yang sulit ditemukan di luar sana. Bahkan, dalam sesi tertentu, mereka mendapat pendampingan hipnoterapi reflektif dari sang founder, Virza Octa Kurniawan.
MAPIJEK bukan sekadar nama, melainkan rumah kedua bagi mereka yang sempat terpuruk, dipukul stigma, dan dianggap tak layak kembali ke tengah masyarakat. Didirikan oleh Virza, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) Balai Pemasyarakatan Kelas I Tanjungpinang sekaligus hipnoterapis profesional, bersama Yuma, ASN Lapas Tanjungpinang, MAPIJEK berdiri bukan dari modal besar, tetapi dari keyakinan kuat bahwa setiap manusia berhak atas kesempatan kedua.
“Kami tidak menuntut mereka sempurna. Kami hanya ingin menjadi jembatan agar mereka tidak kembali ke tempat yang dulu,” ujar Virza.
Seiring berkembangnya usaha, MAPIJEK kini mulai merintis kerja sama dengan UMKM lokal, menjajaki model waralaba sosial untuk Kedai Kopi Ali, dan melibatkan masyarakat sipil dalam edukasi anti-stigma terhadap mantan narapidana.
Kisah Hermansyah menjadi bukti bahwa rehabilitasi sosial bukan utopia. Ia nyata hadir dalam bentuk tangan-tangan yang saling menopang, dalam gelas kopi yang diracik dengan masa lalu, namun disajikan dengan harapan masa depan.
Ketika ditanya apa yang paling membuatnya bangga, Hermansyah tak menyebut omzet atau pencapaian bisnis. Ia hanya tersenyum sambil berkata:
“Saya senang lihat mereka mulai senyum, tidak takut ketemu orang,” katanya.
Bagi Hermansyah, MAPIJEK adalah perahu yang ia dayung bersama rekan-rekannya, sebagian besar juga alumni penjara, menuju pantai yang bentuknya mungkin belum pasti. Namun, satu hal yang mereka yakini: mereka tak ingin kembali ke masa lalu.
MAPIJEK bukan lembaga donasi. Namun, Hermansyah menegaskan siapa pun bisa membantu melalui social investment, entah berupa modal, waktu, jaringan, atau bahkan doa.
“Bayangkan, dari satu mesin kopi yang Anda bantu hadirkan, seorang eks-napi bisa menafkahi keluarganya. Dari satu motor kurir yang Anda sumbangkan, satu pemuda bisa terhindar dari godaan kembali mengedarkan sabu,” kata Hermansyah.
Baginya, setiap rupiah, setiap kerja sama yang diberikan, bukan hanya menghidupkan ekonomi, tetapi juga menghapus air mata keluarga yang akhirnya melihat harapan.
“Jika Umar Patek saja bisa disorot karena ingin memperbaiki masa lalu, bagaimana dengan Hermansyah dan puluhan mantan napi lain yang diam-diam membangun dari bawah, tanpa kamera dan sorotan?”
MAPIJEK hadir bukan untuk membuktikan apa pun, melainkan menjadi saksi bahwa keinginan untuk berubah itu nyata jika masyarakat mau membuka tangan, bukan menunjuk dengan jari. MK-YR
Redaktur: Munawir Sani