DPRD Kepri Desak Pemerintah Lebih Progresif Gali Sumber Pendapatan, Soroti PI Migas dan Peran BUMD

58f45dae-8bc2-40a6-8207-f7eb897e9bc0

Gedung DPRD Provinsi Kepri di Pulau Dompak, Tanjungpinang. (Foto: dok)

TANJUNGPINANG (marwahkepri.com) — Fluktuasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mendapat sorotan tajam dari DPRD setempat.

Hal ini menyusul pembahasan awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2030, yang dinilai masih lemah dalam menyusun strategi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Salah satu yang menjadi perhatian ialah besarnya beban APBD ke depan, terutama untuk belanja pegawai seperti PPPK, pembangunan infrastruktur, serta kebutuhan pelayanan publik lainnya.

Anggota DPRD Kepri, Wahyu Wahyudin, SE., MM., menyatakan bahwa pemerintah provinsi harus mulai berpikir kreatif dan progresif dalam menggali sumber-sumber pendapatan baru. Salah satu peluang strategis adalah Participating Interest (PI) 10 persen dari sektor migas, yang telah dialokasikan pemerintah pusat dan akan dikelola melalui BUMD PT Energi Kepri.

“Kami menyambut baik langkah ini dan mengapresiasi pemerintah pusat. Tapi BUMD-nya harus benar-benar siap dan profesional, jangan seperti beberapa BUMD lainnya yang sampai sekarang belum menghasilkan deviden,” ujar Wahyu, Kamis (12/6/2025).

Ia mencontohkan keberhasilan Provinsi Riau yang mampu meraup deviden lebih dari Rp 3 triliun per tahun dari pengelolaan PI 10 persen. Menurutnya, Kepri punya potensi serupa jika digarap secara serius dan profesional, bahkan bisa lebih cepat jika subkontraktor lokal ikut dilibatkan.

Selain sektor migas, Wahyu juga menyoroti potensi besar pada sektor kelautan dan perikanan, terutama budidaya perikanan dan rumput laut. Ia menyebut Kepri memiliki lebih dari 1.000 hektare lahan potensial, namun masih tertinggal dari negara-negara lain dalam pemanfaatannya.

“Pasar ekspor seperti Korea dan Jepang sangat menunggu produk rumput laut dari Kepri. Ini peluang besar yang belum kita garap maksimal,” ungkapnya.

Sektor transportasi laut internasional juga dinilai masih dikuasai oleh operator asing. Padahal menurut Wahyu, Kepri seharusnya dapat mengisi ceruk pasar ini melalui BUMD, khususnya PT Pelabuhan Kepri yang telah memiliki modal awal Rp 13 miliar.

“Kenapa BUMD tidak hadir di situ? Misalnya membuka rute Tanjungpinang–Singapura. Ini peluang besar untuk mendukung pariwisata sekaligus menjadi sumber PAD baru,” ujarnya.

Wahyu menekankan bahwa RPJMD 2025–2030 harus disusun dengan pendekatan visioner namun realistis, serta didukung dengan strategi konkrit peningkatan PAD dan profesionalisasi pengelolaan BUMD.

“Jika semua ini berjalan baik — dari PI migas, sektor perikanan, hingga transportasi laut — maka APBD Kepri akan jauh lebih kuat. Pada akhirnya, kesejahteraan masyarakat bisa benar-benar meningkat,” pungkasnya. MK-rah

Redaktur: Munawir Sani