Nyamuk: Pembunuh Tak Kasatmata yang Menjadi Ancaman Nyata di Indonesia

Ilustrasi nyamuk Aedes Aegypti. (Foto: net)
JAKARTA (marwahkepri.com) – Di tengah perhatian publik terhadap predator dan bencana besar, Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono mengingatkan bahwa ancaman terbesar justru datang dari makhluk kecil yang kerap diremehkan: nyamuk.
“Bukan hewan buas yang menjadi penyebab kematian terbanyak, melainkan nyamuk. Gigitan nyamuk, meski tampak sepele, bertanggung jawab atas jutaan kematian setiap tahunnya,” ujar Dante seperti dikutip dari laman Sehat Negeriku, Rabu (28/5/2025).
Pernyataan ini mencuat di tengah melonjaknya kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia. Sepanjang 2024, DBD menewaskan lebih dari 1.400 jiwa. Sementara hingga Mei 2025, tercatat lebih dari 56 ribu kasus dengan 250 kematian.
Ancaman Global, Krisis Nasional
DBD masih menjadi penyakit endemik yang mengancam lebih dari 3,9 miliar orang di dunia. Indonesia masuk dalam jajaran negara dengan jumlah kasus tertinggi, bersanding dengan Brasil, Kolombia, Meksiko, Peru, dan Vietnam.
“Angka-angka ini bukan sekadar statistik. Mereka menunjukkan kegagalan kita dalam mengenali dan menanggulangi ancaman yang datang dari lingkungan sekitar,” tegas Dante.
Kunci Pencegahan Ada di Masyarakat
Pemerintah Indonesia telah menggulirkan berbagai program, mulai dari fogging, pemberdayaan juru pemantau jentik (jumantik), penerapan nyamuk ber-Wolbachia, hingga pengembangan vaksin dengue. Namun Dante menegaskan, teknologi saja tidak cukup.
“Tidak ada satu pun program yang akan efektif tanpa dukungan lintas sektor. Ini membutuhkan kesadaran kolektif — dari DPR RI, pemerintah daerah, hingga rumah tangga,” ujarnya.
Waspada, Bukan Panik
Kementerian Kesehatan mengimbau masyarakat untuk aktif menjaga kebersihan lingkungan, memeriksa tempat penampungan air, serta segera mencari pertolongan medis bila menunjukkan gejala DBD seperti demam tinggi mendadak, nyeri otot, dan muncul bintik merah pada kulit.
“Melawan nyamuk berarti melindungi generasi,” kata Dante menutup pernyataannya. MK-dtc
Redaktur : Munawir Sani