Rusia Dikecualikan dari Tarif Trump: Kepentingan Strategis AS atau Manuver Politik Terselubung?

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. (f: net)
Washington DC (marwahkepri.com) – Keputusan mengejutkan datang dari Presiden AS Donald Trump yang baru saja mengumumkan kebijakan tarif impor terbaru terhadap 185 negara. Meski Amerika Serikat secara terang-terangan memberikan sanksi terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina, negara pimpinan Vladimir Putin itu justru luput dari daftar negara yang dikenai tarif baru. Ironisnya, Ukraina—yang justru menjadi korban agresi—malah dikenai tarif sebesar 10%.
Langkah ini mengundang tanda tanya besar. Apakah ini bagian dari strategi ekonomi, atau ada pesan politik yang sengaja disisipkan?
Perdagangan ‘nol’, tapi tetap jalan?
Menteri Keuangan AS Scott Bessent sempat menyatakan bahwa tidak ada lagi perdagangan AS dengan Rusia. Namun, data Biro Sensus AS menunjukkan hal berbeda. Impor dari Rusia masih terus berlangsung, meski turun drastis dari US$36 miliar pada 2021 menjadi sekitar US$3,5 miliar pada 2024.
Yang diimpor pun bukan barang biasa. AS masih mengandalkan Rusia untuk memasok, pupuk, bahan kimia anorganik, logam strategis seperti platinum, bahan bakar nuklir untuk pembangkit energi
Artinya, meski volume turun, ketergantungan terhadap komoditas strategis Rusia belum benar-benar terputus.
Simbol politik atau kebutuhan ekonomi?
Pengamat politik Alexandra Filippenko menilai pengecualian tarif terhadap Rusia sebagai “kelonggaran simbolis.” Diduga kuat, ini adalah upaya terselubung Trump untuk membuka kanal diplomasi dengan Moskow.
Hal ini diperkuat dengan kehadiran utusan khusus Rusia, Kirill Dmitriev, yang sedang berada di Washington. Ia menyebut proses pemulihan hubungan sebagai sesuatu yang “bertahap namun mungkin.”
Sementara itu, profesor Nina Khrushcheva dari New School, New York, menyebut tarif terhadap Rusia bisa dianggap kontraproduktif secara politis saat diplomasi sedang dicoba dijalankan secara tenang.
Ukraina kena tarif, Rusia tidak: Paradoks kebijakan?
Keputusan untuk tetap mengenakan tarif kepada Ukraina justru memperjelas inkonsistensi kebijakan Trump. Apalagi jika dilihat dari volume perdagangan, baik Ukraina, Rusia, maupun Kazakhstan memiliki angka serupa dengan AS, sekitar US$3–3,5 miliar.
Namun hanya Rusia dan sekutunya Belarus yang dikecualikan. Kazakhstan dikenai tarif 27%, Ukraina 10%. Negara-negara yang juga dikenai sanksi seperti Venezuela masuk dalam daftar tarif, sementara Rusia, Kuba, dan Korea Utara tidak.
Ekonomi di atas nilai?
Oleg Buklemishev dari Universitas Negeri Moskow menilai, kebijakan ini tidak didasari logika ekonomi. Namun, ia juga mengakui bahwa jika tarif tinggi dikenakan pada komoditas Rusia seperti bahan bakar nuklir, harga energi di AS bisa melonjak—sesuatu yang berisiko secara politik menjelang pemilu. MK-dtc
Redaktur : Munawir Sani