Gunakan Ijazah Palsu, Sejumlah Calon Kepala Daerah Didiskualifikasi MK

Kantor Mahkamah Konstitusi (Foto: rri)
JAKARTA (marwahkepri.com) – Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan komitmennya dalam menjaga integritas pemilihan kepala daerah dengan mendiskualifikasi sejumlah calon dalam Pilkada 2024. Keputusan ini diambil dalam sidang putusan sengketa yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (24/2/2025). Dari total 40 perkara yang disidangkan, sebanyak 24 daerah terdampak dengan adanya pemungutan suara ulang (PSU).
Langkah MK ini menunjukkan pentingnya keterbukaan dalam pencalonan kepala daerah. Salah satu alasan utama diskualifikasi adalah ketidakjujuran beberapa calon terkait status mereka sebagai mantan terpidana. MK menegaskan bahwa setiap calon harus terbuka kepada publik mengenai riwayat hukumnya, termasuk jika pernah terlibat kasus pidana. Sejumlah calon, seperti Anggit Kurniawan Nasution (Wakil Bupati Pasaman) dan Petrus Ricolombus Omba (Bupati Boven Digoel), dinilai tidak transparan dalam mengungkap masa lalu mereka.
Selain itu, MK juga mendiskualifikasi calon yang belum memenuhi masa jeda lima tahun setelah menjalani hukuman pidana, sebagaimana diatur dalam peraturan pemilu. Ridwan Yasin (Bupati Gorontalo Utara) dan Amrullah S Kasim Almahdaly (Bupati Parigi Moutong) menjadi contoh kasus di mana calon belum memenuhi persyaratan ini, sehingga mereka tidak dapat melanjutkan pencalonan.
Integritas dalam Pilkada juga diuji melalui keabsahan dokumen pendidikan para calon. Trisal Tahir (Walikota Palopo) didiskualifikasi karena menggunakan ijazah paket C yang dinyatakan palsu. Hal serupa terjadi pada Aries Sandi Darma Putra (Bupati Pesawaran), yang ternyata tidak memiliki ijazah SMA yang sah. Keputusan ini menyoroti pentingnya keabsahan dokumen resmi sebagai syarat utama dalam pencalonan.
MK juga mengambil sikap tegas terhadap calon yang melanggar batas dua periode jabatan. Beberapa calon seperti Ade Sugianto (Bupati Tasikmalaya), Edi Damansyah (Bupati Kutai Kartanegara), dan Gusnan Mulyadi (Bupati Bengkulu Selatan) didiskualifikasi karena telah menjabat dua periode, sesuai dengan aturan yang berlaku.
Selain itu, domisili calon juga menjadi faktor penentu dalam pencalonan. Yermias Bisai (Wakil Gubernur Papua) didiskualifikasi karena terdapat ketidaksesuaian antara alamat yang didaftarkan dengan dokumen yang dikeluarkan oleh pengadilan setempat. MK menekankan bahwa setiap calon harus memiliki dokumen kependudukan yang jelas dan sesuai dengan daerah pemilihannya.
Sebagai tindak lanjut, MK memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menggelar PSU di daerah yang terdampak. Partai politik diberikan kesempatan untuk mengusung calon pengganti guna mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh para calon yang didiskualifikasi.
Keputusan MK ini menandai langkah maju dalam menegakkan prinsip transparansi, kejujuran, dan keadilan dalam demokrasi Indonesia. Dengan aturan yang lebih ketat dan penegakan hukum yang konsisten, diharapkan Pilkada 2024 dapat berlangsung dengan lebih bersih dan kredibel. MK-dtc
Redaktur : Munawir Sani