Kisah Imam Hanafi dan Tukang Cukur: Hikmah dari Tempat Tak Terduga

Ilustrasi. (f: meta)
MARWAHKEPRI.COM – Dalam perjalanan menuntut ilmu, sering kali pelajaran berharga datang dari tempat dan orang yang tak disangka. Kisah Imam Hanafi dan seorang tukang cukur di Mekkah menjadi bukti bahwa ilmu tidak terbatas pada status sosial, melainkan terletak pada keikhlasan dan ketakwaan seseorang.
Sikap Tawadhu Imam Hanafi
Sebagai seorang tabiāin dan ulama besar, Imam Hanafi dikenal karena kedalaman ilmunya serta kehati-hatiannya dalam memahami hadits Nabi. Namun, di balik keilmuannya, ia tetap menjunjung tinggi sikap rendah hati dalam belajar, bahkan dari seseorang yang tampaknya biasa saja.
Dalam sebuah perjalanan haji, Imam Hanafi mengalami pengalaman yang tak terlupakan saat hendak mencukur rambutnya sebagai bagian dari tahallul. Tanpa menyadari bahwa tukang cukur yang ia temui adalah seseorang yang paham akan sunnah, Imam Hanafi bertanya,
“Berapa bayaran untuk mencukur rambutku?”
Sang tukang cukur menjawab dengan tenang, “Semoga Allah memberi petunjuk kepadamu. Ibadah tidak disyaratkan dengan bayaran. Duduklah dan berikan sekadar kerelaan.”
Jawaban ini membuat Imam Hanafi terdiam, menyadari bahwa niat ibadah harus dilandasi dengan keikhlasan, bukan sekadar transaksi materi.
Pelajaran dari Seorang Tukang Cukur
Pelajaran tidak berhenti di situ. Saat Imam Hanafi hendak duduk, tukang cukur tersebut mengarahkannya agar menghadap kiblat, mengingatkan bahwa dalam setiap aspek ibadah, termasuk mencukur rambut, ada adab yang harus diperhatikan.
Ketika Imam Hanafi meminta agar cukuran dimulai dari sisi kiri, tukang cukur itu justru menyarankan untuk memulai dari sisi kanan, sebagaimana sunnah yang diajarkan Rasulullah.
Tidak hanya itu, selama proses mencukur, tukang cukur tersebut berkata, “Bertakbirlah.” Imam Hanafi pun bertakbir, menyadari bahwa setiap momen dalam ibadah hendaknya disertai dengan dzikir kepada Allah.
Setelah selesai, Imam Hanafi hendak pergi, tetapi tukang cukur kembali memberi arahan, “Shalatlah dua rakaat terlebih dahulu, baru kemudian pergilah ke mana pun engkau suka.”
Merasa kagum, Imam Hanafi bertanya, “Dari mana engkau mengetahui semua hal ini?”
Sang tukang cukur menjawab, “Aku melihat Imam Atho bin Abi Rabah melakukannya, lalu aku mengikutinya dan mengajarkan kepada orang lain.”
Ternyata, tukang cukur tersebut adalah murid dari Imam Atho bin Abi Rabah, seorang ulama besar Mekkah yang memiliki otoritas dalam memberikan fatwa.
Hikmah dari Kisah Ini
Kisah ini mengajarkan bahwa ilmu tidak hanya dimiliki oleh mereka yang bergelar ulama atau berstatus tinggi di masyarakat, tetapi juga bisa ditemukan dalam diri seseorang yang sederhana, asalkan ia memiliki ketakwaan dan keikhlasan dalam belajar.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauzi rahimahullah:
“Tuntutlah ilmu sebanyak-banyaknya karena ia tidak akan membahayakan ibadahmu. Dan beribadahlah sebanyak-banyaknya karena ia tidak akan membahayakan ilmumu.”
Semoga kisah ini menjadi inspirasi bagi kita untuk selalu rendah hati dalam menuntut ilmu dan senantiasa mengamalkan ajaran agama dengan penuh kesungguhan. MK-dtc
Redaktur : Munawir Sani