DPR Usulkan Revisi Kuota Pendamping Haji: Jangan Jadi Ajang Aji Mumpung!

DPR Usulkan Revisi Kuota Pendamping Haji: Jangan Jadi Ajang Aji Mumpung!

Jemaah haji tengah melaksanakan ibadah di Tanah Suci. (F: Ist)

JAKARTA (marwahkepri.com) – Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDIP, Ina Ammania, mengusulkan agar kuota pendamping atau petugas haji dibahas dalam revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Ibadah Haji dan Umrah. Ia menyoroti adanya oknum yang memanfaatkan kuota tersebut demi kepentingan pribadi.

“Terkait kuota pendamping atau petugas haji, saya mohon ini untuk direvisi, Ketua. Ada anggota DPRD yang notabene petugas, tapi memakai anggaran negara. Tentunya ini tidak boleh, namun faktanya kami melihat praktik tersebut masih terjadi,” ungkapnya dalam RDP Panja RUU PIHU Komisi VIII DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (20/2/2025).

Ina menilai praktik ini mengurangi efektivitas pengawasan haji. Bukannya bertugas, beberapa petugas justru lebih banyak mendampingi keluarga atau pejabat yang berangkat haji.

“Tahun-tahun sebelumnya kami menemukan kasus ini. Pengawasan pun menjadi tidak maksimal karena mereka lebih fokus mendampingi keluarga atau pejabat tertentu,” ujarnya.

Ina menegaskan bahwa pendamping dan petugas haji seharusnya tidak menjadikan kesempatan ini sebagai ajang “aji mumpung” untuk mendapatkan kuota secara cuma-cuma.

“Hal ini harus diatur jelas dalam Undang-Undang. Jangan sampai revisi ini justru memberi celah bagi pihak tertentu untuk memanfaatkan kuota haji secara tidak adil,” tegasnya.

Selain itu, pada RDPU Komisi VIII DPR RI yang berlangsung Selasa (18/2/2025), Ina juga mengusulkan batasan usia bagi pendamping dan pembimbing haji. Ia menilai pendamping yang lebih muda akan lebih optimal dalam membantu jemaah, terutama yang berusia lanjut.

“Saat saya tanyakan, mana yang jemaah hajinya? Usianya 65 tahun. Lalu pendampingnya? Usia 76 tahun. Seharusnya pendamping lebih muda, sekitar 40-50 tahun, agar bisa membantu lebih maksimal,” paparnya.

Ina juga menekankan pentingnya persyaratan kesehatan bagi para pendamping agar mereka dapat menjalankan tugas dengan baik.

Saat ini, DPR tengah merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menyebut revisi ini diperlukan karena banyak aturan dalam UU tersebut yang sudah tidak relevan.

“UU ini tidak lagi menjawab kebutuhan kita. Ada beberapa poin yang harus diperbarui, seperti kelembagaan, penyelenggaraan haji, proses ibadah, serta aspek keuangan haji,” ujar Marwan dalam diskusi publik di DPP PKB, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2025). Mk-detik

Redaktur: Munawir Sani