Akibat Krisis Dokter Spesialis, 50 Ribu Bayi Indonesia Terancam

0edac48a-9b46-4e8c-919c-f3d5fa0d3f86

Ilustrasi RI krisis dokter spesialis. (f: metaai)

JAKARTA (marwahkepri.com) –  Indonesia menghadapi krisis dokter spesialis yang berdampak signifikan pada pelayanan kesehatan, terutama bagi pasien dengan penyakit jantung bawaan (PJB). Setiap tahun, sekitar 50 ribu bayi lahir dengan kondisi PJB. Namun, hanya sekitar 5 ribu bayi yang bisa mendapatkan tindakan medis seperti bedah atau kateterisasi. Sisanya harus menunggu keajaiban akibat keterbatasan alat di daerah dan minimnya jumlah dokter spesialis.

Menurut data Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, yang menjadi pusat rujukan nasional, antrean tindakan pasien PJB pada 2024 mencapai 15 bulan. Penyebab utamanya meliputi kurangnya fasilitas, mahalnya biaya pengobatan, serta sulitnya mendapatkan obat-obatan yang dibutuhkan.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyoroti ketimpangan jumlah dokter spesialis Indonesia dibandingkan negara maju maupun berkembang. Sebagai contoh, Inggris dengan jumlah penduduk seperlima dari Indonesia mampu meluluskan 9 hingga 10 ribu dokter spesialis per tahun. Jika Indonesia mengikuti standar tersebut, seharusnya dapat meluluskan 40 hingga 50 ribu dokter spesialis setiap tahun.

“Namun kenyataannya, kita hanya mampu meluluskan sekitar 12 ribu dokter spesialis per tahun,” ujar Menkes pada Kamis (30/1/2025). Bahkan jika dibandingkan dengan India, yang meluluskan sekitar 100 ribu dokter spesialis per tahun untuk populasi lima kali lipat dari Indonesia, jumlah lulusan dokter spesialis Indonesia masih jauh tertinggal.

Untuk mengatasi krisis ini, pemerintah menerapkan program pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit (hospital-based). Program ini dirancang untuk meningkatkan jumlah dokter spesialis sekaligus memastikan mereka bersedia bertugas di daerah-daerah yang kekurangan tenaga medis.

Menkes juga menekankan bahwa dalam jangka pendek, pemerintah tidak dapat hanya mengandalkan lulusan dalam negeri. Oleh karena itu, Indonesia bekerja sama dengan negara lain seperti Arab Saudi dan India untuk mendatangkan dokter spesialis demi membantu penanganan pasien.

“Apakah kita hanya akan diam dan menunggu anak-anak kita meninggal? Penyakit jantung saja menyumbang 500 ribu kasus kematian. Kita butuh percepatan seperti yang dilakukan dengan Arab Saudi dan India saat ini,” tegas Menkes.

Krisis ini menjadi momentum bagi pemerintah untuk meningkatkan kapasitas pendidikan dokter spesialis di Indonesia. Dengan mempercepat lulusan dan memanfaatkan teknologi serta kerja sama internasional, diharapkan pelayanan kesehatan, khususnya bagi pasien PJB, dapat ditingkatkan secara signifikan. MK-dtc

Redaktur : Munawir Sani