Penggunaan SPPD Rp300 Juta untuk Sosialisasi Anti Korupsi di Batam Jadi Sorotan

IMG-20241225-WA0055-696x330

KANTOR DPRD Natuna, Jalan Yos Sudarso, Ranai

NATUNA (marwahkepri.com) – Penggunaan anggaran Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) sebesar Rp300 juta oleh Sekretariat DPRD (Setwan) Natuna untuk kegiatan sosialisasi Anti Korupsi menuai perhatian publik. Kegiatan yang diadakan oleh Inspektorat Daerah Natuna tersebut berlangsung di Hotel Baloi, Batam, pada Jumat, 8 November 2024.

Dilansir dari kabarterkini.co.id, Sekretaris DPRD Natuna, Edi Priyoto, menjelaskan bahwa anggaran ini digunakan untuk membiayai perjalanan 20 anggota DPRD Natuna beserta 18 istri mereka. “Setwan menggunakan SPPD untuk 20 anggota DPRD Natuna, 18 istri mereka, serta saya yang didampingi seorang Kabag dan 6 pendamping lainnya. Totalnya, anggaran SPPD yang digunakan sekitar Rp300 juta,” ujar Edi melalui pesan WhatsApp, Kamis (2/1/2024).

Namun, data dari Kepala Inspektorat Daerah Natuna, Muhammad Amin, menunjukkan adanya ketidaksesuaian dalam laporan anggaran. Amin awalnya menyebut total dana kegiatan mencapai Rp303 juta, tetapi kemudian melakukan klarifikasi bahwa dana yang dihabiskan hanya sekitar Rp83 juta.

Krisis Keuangan dan Pertanyaan Publik

Keputusan untuk menggelar sosialisasi Anti Korupsi di Batam dipertanyakan karena kondisi keuangan Kabupaten Natuna saat ini sedang kritis. Keterlambatan penyaluran dana transfer dari pemerintah pusat membuat sejumlah proyek infrastruktur yang telah dikerjakan belum terbayar. Selain itu, Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) dan anggaran untuk media massa di Setwan Natuna juga belum terealisasi.

Sebagian pihak mempertanyakan mengapa sosialisasi yang disebut sebagai bagian dari program Monitoring Center for Prevention (MCP) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini tidak dilakukan secara daring dari Natuna. Menggelar acara di Batam dianggap sebagai langkah yang kurang efisien di tengah keterbatasan anggaran daerah.

“Padahal, kegiatan seperti ini bisa dilakukan melalui aplikasi dari Natuna. Hal ini perlu ditelusuri oleh aparat penegak hukum, baik kepolisian maupun kejaksaan,” ujar seorang pengamat yang enggan disebutkan namanya.

Desakan Penelusuran Anggaran

Penggunaan anggaran sebesar Rp300 juta untuk kegiatan ini memicu desakan agar aparat hukum menyelidiki alokasi dana tersebut. Terlebih, dengan kondisi keuangan daerah yang memprihatinkan, langkah-langkah efisiensi anggaran seharusnya menjadi prioritas utama bagi pemerintah daerah dan DPRD.

Keputusan untuk melibatkan istri anggota DPRD dalam kegiatan ini juga menimbulkan tanda tanya terkait urgensi dan relevansinya dengan tujuan sosialisasi Anti Korupsi.

Publik menantikan tindak lanjut dan transparansi dari pihak terkait guna memastikan penggunaan anggaran daerah dilakukan secara bertanggung jawab. MK-nang

Redaktur : Munawir Sani