Dugaan Pelecehan Seksual Pria Difabel di Mataram, Korban Meluas hingga Anak-anak

01je0v83mtzefgktdmjessv5hf

Didampingi ibunya, IWAS alias Agus memberikan keterangan kepada wartawan tentang kasus dugaan pelecehan seksual fisik yang dihadapinya. Foto: kumparan

MATARAM (marwahkepri.com) – Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan IWAS (22), seorang pria tunadaksa tanpa kedua tangan, terus mengungkap sejumlah fakta baru dan menuai perhatian publik. Korban pelecehan diduga lebih dari satu, mencakup mahasiswi dan anak-anak di bawah umur.Pendamping korban dari Koalisi Anti Kekerasan Seksual NTB, Rusdin Mardatillah, menyebut tiga korban mahasiswi sebagai korban 1 (MA), korban 2, dan korban 3. Ketiganya adalah mahasiswa dari perguruan tinggi di Mataram. Awalnya, hanya korban MA yang berani melapor ke Polda NTB pada 7 Oktober 2024, namun kasus ini menjadi viral setelah informasi tentang korban lain muncul di media sosial.

Selain ketiga mahasiswi, Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) NTB, Joko Jumadi, mengungkap adanya tiga anak di bawah umur yang diduga menjadi korban pelecehan oleh IWAS. Pihaknya masih mendalami laporan tersebut.

Kasus ini memunculkan kontroversi terkait kondisi IWAS yang merupakan penyandang disabilitas tunadaksa tanpa tangan. Ibunda IWAS, GAA, menyatakan sulit menerima tuduhan terhadap anaknya. “Bagaimana anak saya bisa memerkosa korban? Membuka baju saja dia tidak bisa,” ujar GAA. Ia juga menyebut MA yang membawa IWAS ke sebuah homestay.

Pihak kepolisian menegaskan IWAS dijerat dengan tuduhan pelecehan seksual fisik, bukan pemerkosaan, sesuai Pasal 6C UU TPKS. Kombes Syarif Hidayat, Dirreskrimum Polda NTB, menjelaskan bahwa proses penetapan tersangka telah melalui berbagai tahapan sesuai prosedur hukum.

IWAS didampingi oleh KDD NTB dan Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Fakultas Hukum Universitas Mataram untuk memastikan hak-haknya sebagai penyandang disabilitas terpenuhi sesuai PP No. 39 Tahun 2020 tentang perlakuan khusus bagi penyandang disabilitas dalam proses hukum.

Kasus ini memicu diskusi lebih luas tentang akses keadilan bagi penyandang disabilitas dan perlindungan korban kekerasan seksual. Penanganan kasus ini diharapkan memberikan kejelasan hukum yang adil bagi kedua belah pihak. MK-dtc

Redaktur : Munawir Sani