Pelabuhan Tanjung Buton Terancam Ambruk, PT SSS Abaikan Aturan Bongkar Muat

IMG-20241110-WA0006

Tindakan PT SSS tidak mengindahkan aturan pemerintah. (F:ist)

LINGGA (marwahkepri.com) – Tindakan PT Sinar Singkep Sejahtera (SSS) yang melakukan bongkar muat Bahan Bakar Minyak (BBM) milik PLN tanpa izin di Pelabuhan Umum Tanjung Buton, Desa Mepar, Kecamatan Lingga, mengundang perhatian serius dari Dinas Perhubungan Kabupaten Lingga.

Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Lingga, Hendry Efrizal, menyatakan akan mengambil langkah tegas terhadap perusahaan yang dinilai melanggar Pasal 322 juncto Pasal 216 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran tersebut.

“Kami tidak akan tinggal diam! Surat peringatan sudah disiapkan untuk PT SSS agar menghentikan aktivitas bongkar muat ini di Pelabuhan Tanjung Buton,” tegas Hendry saat diwawancarai sejumlah media, Sabtu (09/11/2024), “Kalau peringatan kami tidak diindahkan, jangan salahkan jika kami bertindak tegas sesuai hukum yang berlaku,” tuturnya.

Aktivitas PT SSS yang dinilai merusak fasilitas umum tersebut menimbulkan kekhawatiran terhadap daya tahan infrastruktur pelabuhan. Pasalnya, pelabuhan ini bukanlah terminal khusus BBM, sehingga beban berat dapat merusak strukturnya. Hal ini juga disoroti Kepala Desa Mepar, Handoyo.

“Saya kemarin sudah saya ingatkan,tapi kalau untuk melarang itu saya tidak punya kapasitas pula,” ujar Handoyo. “Saya khawatir, kalau terus begini, badan pelabuhan bisa miring atau bahkan rusak parah.”

Menurut aturan yang berlaku, seharusnya PT SSS menggunakan terminal khusus untuk aktivitas bongkar muat yang bersifat komersial dan bukan menggunakan pelabuhan umum milik pemerintah yang diperuntukkan bagi fasilitas publik. Namun hingga berita ini dirilis, pihak PT SSS belum memberikan tanggapan resmi meskipun berbagai media telah mencoba menghubungi mereka.

Kasus ini menuai perhatian luas di kalangan masyarakat, yang khawatir fasilitas umum akan rusak akibat kelalaian dalam mengikuti aturan. Jika terus berlanjut, bukan tidak mungkin persoalan ini akan memicu konflik terbuka antara pemerintah daerah dan perusahaan terkait. (mk/willy)