Tantangan Administratif Pemekaran Desa, Benarkah Bisa Selesai dalam 100 Hari?

LINGGA (marwahkepri.com) – Janji pasangan calon Bupati Lingga, H. Alias Wello-Muhammad Ishak (Awe-Ishak), untuk mendefinitifkan desa persiapan dalam 100 hari kerja jika terpilih kembali, memicu tanggapan skeptis dari masyarakat.
Meskipun Alias Wello pernah sukses memekarkan tiga kecamatan dan sebelas desa selama masa jabatannya (2016-2020), banyak pihak meragukan bahwa janji ini realistis, mengingat proses definitifisasi desa memerlukan waktu dan langkah administratif yang sangat kompleks.
Hingga saat ini, dari sebelas desa persiapan yang dibentuk pada Juli 2020, belum ada satupun yang berhasil menjadi desa definitif. Fakta ini memunculkan kekhawatiran di kalangan masyarakat bahwa janji Awe-Ishak hanya merupakan bagian dari strategi kampanye, tanpa mempertimbangkan kesulitan nyata dalam proses tersebut.
“Kami khawatir janji ini hanya retorika kampanye. Proses administratif seperti ini sering kali memakan waktu bertahun-tahun, tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat seperti 100 hari,” ujar A.B., salah seorang warga Singkep, Rabu (11/09/2024).
Kritik serupa juga diungkapkan oleh warga lainnya, N., yang mempertanyakan progres dari sebelas desa persiapan yang telah ada. “Meskipun ada pengalaman dalam memekarkan kecamatan dan desa sebelumnya, kami belum melihat kemajuan dari sebelas desa persiapan yang sudah dibentuk sejak 2020. Kami ragu proses mendefinitifkannya bisa diselesaikan dalam waktu singkat,” tambahnya.
Janji Awe-Ishak untuk menyelesaikan definitifisasi desa dalam 100 hari dianggap banyak kalangan tidak sesuai dengan realitas di lapangan. Proses pembentukan dan definitifisasi desa diatur secara ketat dalam UU Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Kemudian, Permendagri Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Desa. Beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi desa definitif antara lain: usia desa induk, jumlah penduduk, akses transportasi, potensi wilayah, hingga sosial budaya.
Proses definitifisasi juga memerlukan tahapan panjang yang melibatkan pemerintah pusat. Menurut aturan yang berlaku, setelah pemerintah daerah menyelesaikan tahap administratif di tingkat kabupaten, usulan desa definitif harus mendapat persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri.
Ini sering kali menjadi titik yang memperlambat proses karena memerlukan pemeriksaan dan verifikasi dari berbagai pihak.
Pemerintah Kabupaten Lingga sendiri sudah berupaya mendorong percepatan pemekaran desa dengan membentuk Panitia Khusus (Pansus) di DPRD. Namun, hingga kini desa persiapan yang dibentuk pada pertengahan 2020 masih belum naik status menjadi desa definitif.
“Tugas pemerintah kabupaten sudah selesai, usulan sudah dikirim ke provinsi. Sekarang semua tergantung pada kementerian di pusat,” jelas seorang pejabat pemerintah daerah yang enggan disebutkan namanya.
Kenyataan bahwa belum ada desa yang berhasil definitif sejak dibentuknya sebelas desa persiapan pada Juli 2020 menunjukkan bahwa proses ini jauh lebih rumit dari yang dibayangkan. Hal ini membuat janji pasangan Awe-Ishak untuk menyelesaikan seluruh proses dalam 100 hari dianggap terlalu optimistis oleh sebagian besar masyarakat.
Dengan segala tantangan administratif yang ada, masyarakat berharap janji-janji kampanye tetap realistis dan sesuai dengan prosedur yang berlaku, tanpa mengabaikan fakta-fakta yang ada di lapangan. Proses definitifisasi desa yang baik memerlukan waktu, kolaborasi lintas institusi, serta dukungan penuh dari berbagai pihak. (mk/willy)