Tradisi Mandi Safar di Lingga: Warisan Budaya dan Simbol Penolak Bala
Tradisi ini bukan sekadar mandi bersama, melainkan dilengkapi dengan doa khusus untuk memohon perlindungan Allah SWT dari bala yang diyakini lebih dari 3.000 bencana yang turun di bulan Safar. Ritual ini juga melibatkan penggunaan wafaq yang berisi ayat-ayat suci, yang direndam dalam air dan digunakan untuk mandi serta diminum, dengan harapan membawa keselamatan dan berkah.

Pemerhati sejarah dan budaya, Lazuardi, menuturkan bahwa tradisi ini sudah ada sejak zaman Sultan Abdulrahman Muazamsyah (1883-1911) dari Kerajaan Riau-Lingga. Hingga kini, tradisi ini masih kuat dan menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat Lingga, yang terus dikembangkan oleh Dinas Kebudayaan setempat.
Kepala Dinas Pariwisata Kepri, Guntur Sakti, melihat potensi besar dalam tradisi ini untuk menarik wisatawan mancanegara. Tradisi Mandi Safar tidak hanya memiliki nilai religius dan budaya, tetapi juga bisa menjadi daya tarik pariwisata yang unik, mendukung upaya peningkatan kunjungan wisata ke Provinsi Kepulauan Riau.
Dengan terus melestarikan tradisi ini, masyarakat Lingga tidak hanya menjaga warisan budaya mereka, tetapi juga turut mendukung pengembangan sektor pariwisata berbasis kearifan lokal. Tradisi ini menjadi simbol harmonisasi antara budaya leluhur dan modernitas, sekaligus pengingat pentingnya menjaga hubungan dengan Sang Pencipta dalam setiap aspek kehidupan. MK-tb
Redaktur : Munawir Sani