Faisal Basri: Utang Pemerintah di Era Prabowo Berpotensi Tembus Rp 10.000 Triliun

1137039_720

Ekonom Faisal Basri dalam diskusi Ngobrol @Tempo bertajuk "Menemukan Jalan Subsidi BBM Tepat Sasaran" di Gedung Tempo, Jakarta pada Selasa, 30 Agustus 2022. (Foto: Norman Senjaya)

JAKARTA (marwahkepri.com) – Ekonom senior Faisal Basri memperkirakan utang pemerintah pada tahun pertama kepemimpinan presiden terpilih Prabowo Subianto dan wakil presiden Gibran Rakabuming Raka berpotensi mencapai Rp 10.000 triliun. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), hingga akhir Juli 2024, utang pemerintah telah mencapai Rp 8.502,7 triliun.

Angka ini masih berpotensi meningkat hingga akhir tahun 2024, karena outlook pemerintah memperkirakan pembiayaan anggaran melalui utang akan mencapai Rp 553,1 triliun. Sementara itu, data APBN KiTa menunjukkan bahwa realisasi penarikan utang pemerintah telah mencapai Rp 253 triliun sampai Juli 2024.

“Jika kita lihat hingga akhir tahun, utang pemerintah diperkirakan akan mencapai Rp 8,7 kuadriliun,” ungkap Faisal dalam sebuah webinar pada Rabu (21/8/2024).

Pada 2025, berdasarkan Nota Keuangan RAPBN, pemerintah diperkirakan akan menambah pembiayaan utang sebesar Rp 775,9 triliun. Faisal menyebutkan bahwa pemerintah di bawah Prabowo bisa saja menambah utang lebih besar untuk mempercepat belanja prioritas, yang bisa membawa utang pemerintah menembus angka Rp 10.000 triliun.

Faisal juga menyoroti lonjakan utang pemerintah yang meningkat lebih dari tiga kali lipat selama masa kepemimpinan Presiden Jokowi. Meskipun rasio utang terhadap PDB masih di kisaran 38 persen—di bawah batas ketentuan 60 persen—Faisal memperingatkan bahwa peningkatan utang ini menyebabkan membengkaknya biaya bunga dan cicilan utang.

Porsi belanja bunga dan cicilan utang pemerintah kini mencapai 20,3 persen dari total anggaran belanja, naik hampir dua kali lipat dibandingkan dengan 11,1 persen pada tahun 2014. Hal ini, menurut Faisal, mempersempit ruang fiskal untuk belanja yang berdampak langsung pada masyarakat, seperti belanja modal dan bantuan sosial. MK-komp

Redaktur : Munawir Sani