Pemerintah Resmi Hapus Praktik Sunat Perempuan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024
“Menghapus praktik sunat perempuan,” demikian bunyi regulasi tersebut.
Praktik sunat perempuan telah lama menjadi subjek perdebatan. Namun, dari perspektif medis, sunat perempuan tidak memiliki manfaat apapun. Dokter spesialis kebidanan dan kandungan, Muhammad Fadli, SpOG, menyatakan bahwa tidak seperti sunat pada laki-laki, sunat pada perempuan dapat memiliki dampak jangka panjang yang merugikan kesehatan reproduksi.
Dr. Fadli menjelaskan bahwa anatomi kelamin laki-laki berbeda dengan anatomi kelamin perempuan. Pada laki-laki, sunat menghilangkan preputium atau kulit yang menutupi kelamin, yang dapat menghambat saluran berkemih dan menyisakan urine di kulit, sehingga berpotensi menyebabkan infeksi saluran kemih.
“Sebaliknya, kelamin perempuan tidak tertutupi oleh preputium atau sudah terbuka sejak lahir sehingga saluran kemih tidak terhambat dan membersihkannya lebih mudah. Perlukaan seperti sunat pada perempuan justru akan mengakibatkan masalah medis baru seperti nyeri hebat hingga pendarahan, terutama pada bagian klitoris,” jelas dr. Fadli dalam sebuah diskusi bersama KemenPPPA beberapa waktu lalu.
Dr. Fadli juga menambahkan bahwa klitoris merupakan bagian yang sangat sensitif karena terdapat banyak pembuluh darah dan pusat ujung saraf. Selain pendarahan, luka dengan pendarahan hebat yang timbul akibat praktik sunat pada perempuan, jika tidak ditangani secara cepat dan tepat, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Dengan dihapusnya praktik sunat perempuan, diharapkan langkah ini dapat meningkatkan kesehatan reproduksi dan kesejahteraan perempuan di Indonesia. MK-dtc
Redaktur : Munawir Sani