China Buka Program Studi Khusus Pernikahan untuk Atasi Penurunan Angka Kelahiran

1400032018_169

Foto: Getty Images/Kevin Frayer.

CHINA (marwahkepri.com) – Pendaftaran program studi universitas di China yang dikhususkan untuk semua hal tentang pernikahan akan dibuka pada bulan September. Program ini bertujuan untuk mempromosikan pernikahan dan menopang angka kelahiran yang menurun di China.

Salah satu universitas yang membuka program tersebut adalah Universitas Urusan Sipil China di Beijing, yang dikelola langsung oleh Kementerian Urusan Sipil. Program ini akan melatih mahasiswa untuk menguasai keterampilan di seluruh siklus pernikahan.

Menurut laporan dari CNA, angkatan pertama dari program studi Pelayanan dan Manajemen Perkawinan ini akan terdiri dari 70 mahasiswa tingkat sarjana dari 12 provinsi. Mereka akan mempelajari mata kuliah sosiologi, etika keluarga, dan manajemen.

Selain pembelajaran akademis, para mahasiswa juga akan menerima pelatihan praktis di berbagai bidang termasuk perencanaan pernikahan, konseling keluarga, dan layanan perjodohan, seperti yang dilaporkan oleh situs berita China Sixth Tone.

“Pelatihan akademis akan mencakup sekitar 45 persen kurikulum, sedangkan pelatihan praktis akan mengisi sisanya,” kata Yu Xiaohui, dekan Sekolah Budaya Pernikahan dan Seni Media universitas tersebut.

Mahasiswa juga akan menjalani magang di kantor pencatatan perkawinan dan biro jodoh, serta mendapatkan pengalaman langsung dalam praktik pencatatan perkawinan dan upacara perkawinan di kampus.

“Jurusan ini juga akan berfokus pada pengembangan kemampuan mahasiswa dalam memecahkan masalah rumit terkait pernikahan,” ungkap laporan lembaga penyiaran negara CCTV.

CCTV juga melaporkan bahwa mahasiswa akan berperan sebagai pencatat pernikahan, atau bahkan sebagai pihak yang menikah atau bercerai, untuk lebih memahami seluruh proses dan persyaratan hukum untuk pernikahan dan perceraian.

Wakil presiden universitas, Zhao Hongguang, menyatakan pada Senin (29 Juli) bahwa para lulusan dapat mengejar karier di asosiasi industri, agen perkawinan, atau organisasi konseling keluarga dan perkawinan.

Menurut Yu, saat ini terdapat kekurangan tenaga profesional yang sangat terlatih dalam industri perjodohan dan pernikahan di China. Permintaan akan layanan perencanaan pernikahan yang canggih dan layanan perancangan dan pengembangan perjodohan juga meningkat.

Peluncuran program studi terkait pernikahan ini terjadi saat China, dengan populasi 1,4 miliar orang, terus berupaya mendorong pernikahan dan kelahiran anak, terutama karena dampak penurunan populasi yang signifikan.

Jumlah pernikahan di China telah menurun selama hampir satu dekade, meskipun ada peningkatan setelah pandemi pada tahun 2023. Jumlah pasangan pengantin baru meningkat menjadi 7,68 juta tahun lalu, namun masih jauh di bawah puncaknya yaitu 13,47 juta pasangan pada tahun 2013.

Penurunan angka pernikahan berkaitan erat dengan penurunan angka kelahiran. Semakin banyak wanita di China yang memilih untuk tetap melajang, di tengah rekor pengangguran di kalangan pemuda dan kemerosotan ekonomi.

Pada tahun 2021, populasi lajang di China yang berusia di atas 15 tahun mencapai rekor 239 juta. Survei Liga Pemuda Komunis terhadap sekitar 2.900 pemuda perkotaan yang belum menikah pada tahun yang sama menemukan bahwa 44 persen wanita tidak berencana untuk menikah.

Pada bulan Maret, Perdana Menteri China Li Qiang berjanji pemerintah akan berupaya mewujudkan masyarakat yang ramah kelahiran dan mendorong pembangunan populasi yang seimbang dan jangka panjang, serta mengurangi biaya melahirkan, mengasuh anak, dan pendidikan.

Li Qiang menyatakan negara akan memperbaiki kebijakan cuti orang tua, mekanisme pembagian biaya tenaga kerja terkait dari para pengusaha, dan meningkatkan pasokan layanan pengasuhan anak untuk mendongkrak angka kelahiran. MK-dtc

Redaktur : Munawir Sani