Ritual Bakar Tongkang di Batam, Guntur Sakti dan Ardiwinata Dukung Tradisi Tionghoa sebagai Daya Tarik Wisata Religi

23072024bakar-tongkang

Prosesi ritual pembakaran tongkang di Kelenteng Cethya U Pho Sakadarma, Baloi, Lubukbaja, Batam, Senin (22/7/2024) (f: tribunbatam)

BATAM (marwahkepri.com) – Gelaran ritual Bakar Tongkang yang dilakukan oleh etnis Tionghoa di Batam berhasil mencuri perhatian publik. Replika tongkang berbahan dasar kayu diarak dan dibakar oleh peserta saat puncak ritual berlangsung. Acara yang digelar di Kelenteng Cethya U Pho Sakadarma, Baloi, Lubukbaja, Batam ini berlangsung khidmat dan meriah dari tanggal 20 hingga 22 Juli 2024.

Ketua Panitia Pelaksana, Hendra Asman, menyampaikan bahwa ritual ini merupakan kali ke-25 dilaksanakan di Batam. “Kami dari Cethya U Pho Sakadarma melaksanakan ritual bakar tongkang ini setiap tahun. Tahun ini adalah yang ke-25,” ungkap Hendra saat ditemui di lokasi pada Senin (22/7/2024). Ia menambahkan bahwa pawai konvoi dari Kelenteng hingga Simpang Martabak Har di Nagoya mendapat respons positif dari masyarakat.

“Ini juga merupakan cara kami melestarikan budaya, mengenalkan tradisi kepada masyarakat, dan menarik wisatawan,” tambahnya.

Ketua Yayasan Cethya U Pho Sakadarma, Rusdi, menjelaskan bahwa tradisi ini berasal dari Bagansiapiapi, Rokan Hilir, Riau.

Prosesi ritual sebelum pembakaran tongkang di Kelenteng Cethya U Pho Sakadarma, Baloi, Lubukbaja, Batam, Senin (22/7/2024) petang (tribunbatam.id/Ucik Suwaibah)

“Tradisi ini bermula pada tahun 1820an di China, ketika sekelompok orang marga Aun mencari tempat baru yang banyak ikan. Mereka berlayar menggunakan tongkang hingga tiba di Bagansiapiapi,” ujarnya. Setelah berhasil memperoleh ikan melimpah, para imigran memutuskan untuk menetap di wilayah tersebut. Mereka juga membawa patung dewa laut Kie Hu Ong yang dipercaya memberikan keberuntungan dan bantuan.

Ritual ini bertujuan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki dan kemudahan dalam mencari nafkah.

“Mereka mensyukuri hasil melimpah dan kehidupan yang membaik dengan membakar tongkang yang membawa mereka ke Riau,” kata Rusdi. Pembakaran tongkang yang memiliki panjang sekitar 8 meter dan lebar 1,5 meter dilakukan sekitar pukul 19:30 WIB. Sebelumnya, doa-doa dan ritual keagamaan dilaksanakan oleh etnis Tionghoa yang hadir.

Potret replika tongkang di Kelenteng Cethya U Pho Sakadarma, Baloi, Lubukbaja, Batam, Senin (22/7/2024), sebelum dibakar (tribunbatam.id/Ucik Suwaibah)

Replika tongkang, yang dirangkai selama 6 bulan oleh seorang berusia 80 tahun, diarak oleh belasan orang dan kemudian dibakar. Api yang menyala disertai dengan sorakan dari para pengunjung, serta doa-doa yang dipanjatkan dengan dupa dan ribuan potongan kertas kuning berisi doa yang dibakar bersamaan dengan tongkang. Kertas doa tersebut dipercaya akan terbawa asap ke angkasa sebagai bentuk doa untuk leluhur mereka.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batam, Ardiwinata, menyatakan dukungannya terhadap gelaran keagamaan ini. “Selain merupakan ritual keagamaan, acara ini juga menarik karena tidak semua tempat melakukan tradisi ini,” ujarnya. Ardiwinata berharap acara ini dapat meningkatkan kunjungan wisatawan lokal maupun mancanegara ke Batam.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Guntur Sakti, juga merespons positif kegiatan ini. Ia menilai ritual Bakar Tongkang di Batam berpotensi menjadi destinasi wisata religi dan daya tarik bagi wisatawan.

“Ritual ini adalah salah satu contoh destinasi wisata religi yang dapat melestarikan budaya sekaligus menarik wisatawan ke Batam,” pungkas Guntur. MK-mun

Redaktur : Munawir Sani