Dolar AS Menguat Seiring Optimisme Investor atas Peluang Kemenangan Trump

Dolar AS Menguat Seiring Optimisme Investor atas Peluang Kemenangan Trump

Donald Trump. (F: Ist )

Marwahkepri.com – Dolar AS menguat pada perdagangan Selasa (2/7/2024) karena optimisme investor atas peluang kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden (pilpres) AS November mendatang.

Menurut data Refinitiv, nilai tukar dolar AS terhadap yen menguat tipis ke level 161,66/US$ dari pembukaan sebesar 161,49/US$. Pada hari yang sama, rupiah juga melemah terhadap dolar AS hingga menyentuh Rp16.375/US$.

Kenaikan ini dipicu oleh keyakinan investor bahwa Trump tampil lebih baik dalam debat perdananya dengan petahana, Joe Biden. Analis National Australia Bank, Tapas Strickland, mengatakan, “Kedua berita utama tersebut, dan mengingat reaksi terhadap debat pertama Presiden Biden, terus menunjukkan kemungkinan besar bahwa Trump akan menjadi presiden pada tahap ini.”

Para pengamat menilai bahwa kembalinya Trump sebagai presiden bisa memicu pembicaraan mengenai pemotongan pajak dan lonjakan inflasi baru, yang mendorong imbal hasil dan mengurangi harapan penurunan suku bunga.

Analis Morgan Stanley, Matthew Hornbach dan Guneet Dhingra, menulis kepada Bloomberg bahwa “pasar kini harus menghadapi meningkatnya kemungkinan perubahan kebijakan imigrasi dan tarif dalam perekonomian yang pertumbuhannya sudah melambat, membuat pasar lebih cenderung memperkirakan penurunan suku bunga lebih lanjut.”

Data The Economist menunjukkan bahwa Trump unggul tipis dibandingkan Biden per Selasa, 2 Juli 2024, dengan elektabilitas sebesar 45% sementara Biden berada di 44%. Kepresidenan Biden dikaitkan dengan inflasi tinggi, kebijakan industri besar, gejolak luar negeri, dan kekhawatiran mengenai usianya yang terus mengganggu kampanyenya.

Pendukung Trump mencoba membalikkan kekalahannya dalam pemilu tahun 2020, meskipun Trump saat ini menghadapi tuntutan federal dan persidangan atas berbagai kasus, termasuk dugaan penggelapan aset dan memanasi pendukungnya untuk menyerang Parlemen AS pada 2021 lalu.

The Economist menyimpulkan, “Pemilu kali ini bukanlah sebuah kontes popularitas, melainkan sebuah referendum yang dianggap oleh orang Amerika sebagai pilihan yang paling tidak buruk.”(mk/cnbc)