Kapan Waktu Terbaik Anak Disunat? Ini Penjelasan Islam dan Buya Yahya

ilustrasi-sunat-bayi-laki-laki-1_169

Ilustrasi anak disunat. (Foto: iStock)

JAKARTA(marwahkepri.com) – Pembahasan mengenai umur ideal anak untuk disunat kembali menjadi perhatian, terutama dalam tradisi keislaman yang memandang khitan sebagai bagian dari fitrah manusia. Dalam Islam, sunat tidak hanya dipahami sebagai praktik budaya, tetapi juga berkaitan dengan pelaksanaan sunnah, aspek kebersihan, serta kesiapan fisik dan psikologis anak.

Khitan disebutkan secara tegas dalam hadits Nabi Muhammad SAW tentang lima perkara fitrah, yang mencakup sunat, mencukur rambut kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur kumis. Meskipun Al-Qur’an tidak menyebutkan sunat secara eksplisit, para ulama menjadikannya sebagai bagian dari syariat Nabi Ibrahim AS yang tetap berlaku dalam Islam, sebagaimana ditegaskan dalam Surah An-Nahl ayat 123.

Sejumlah ulama kemudian menetapkan sunat sebagai kewajiban, khususnya bagi laki-laki, karena tidak adanya dalil yang menghapus syariat tersebut. Dalam pandangan mazhab Syafi’i, waktu pelaksanaan sunat terbagi menjadi dua, yakni waktu wajib dan waktu yang disunnahkan. Waktu wajib ditetapkan ketika seseorang telah memasuki masa baligh, sementara waktu sunnah dimulai sejak anak masih kecil.

Disebutkan pula bahwa waktu paling utama untuk menyunat anak adalah pada hari ketujuh setelah kelahiran, sebagaimana riwayat yang menyebut Rasulullah SAW menyunat Hasan dan Husain pada hari ketujuh. Jika tidak memungkinkan, sunat dapat dilakukan pada hari keempat puluh, kemudian usia tujuh tahun, atau disesuaikan dengan kondisi anak. Apabila seseorang belum disunat hingga dewasa, maka kewajiban tersebut menjadi tanggung jawab dirinya sendiri.

Pengasuh Lembaga Pengembangan Da’wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah Cirebon, Buya Yahya, menegaskan bahwa Islam tidak menetapkan batas usia yang bersifat mutlak untuk pelaksanaan sunat. Menurutnya, waktu sunat sangat bergantung pada kemampuan fisik bayi.

Buya Yahya menjelaskan bahwa semakin kecil usia bayi saat disunat, khususnya bagi anak laki-laki, maka biasanya rasa sakit akan lebih minimal karena bayi belum banyak bergerak. Umumnya, sunat dapat dilakukan sejak usia tujuh hari hingga beberapa minggu setelah kelahiran, selama kondisi bayi memungkinkan.

Lebih lanjut, Buya Yahya juga menjelaskan adanya perbedaan perlakuan antara sunat anak laki-laki dan perempuan. Sunat bagi laki-laki dinilai lebih jelas kewajibannya karena berkaitan langsung dengan kebersihan organ kelamin. Sementara itu, sunat bagi perempuan memerlukan kehati-hatian lebih tinggi dan harus dilakukan oleh pihak yang memahami batasan syariat.

Menurutnya, sunat pada anak perempuan hanya dianjurkan jika bagian yang diperbolehkan secara syar’i telah tampak. Jika belum terlihat, maka tindakan tersebut tidak dianjurkan karena dikhawatirkan menimbulkan mudarat di kemudian hari. Oleh karena itu, waktu sunat anak perempuan disesuaikan dengan perkembangan fisik masing-masing, sedangkan anak laki-laki dianjurkan sejak usia dini.

Dengan pemahaman ini, orang tua diharapkan dapat menentukan waktu sunat anak secara bijak, mempertimbangkan aspek kesehatan, kesiapan anak, serta tuntunan syariat Islam. MK-mun

Redaktur : Munawir Sani