Kuasa Hukum KADIN Batam Ungkap Kejanggalan SK Perpanjangan KADIN Kepri dan Mukota VIII
uasa hukum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Batam, Rasmen Simamora, S.H., M.H dalam acara sarasehan bersama pengurus, anggota, dan awak media di Graha KADIN Batam, Sabtu (20/12/2025). (Foto: mun)
BATAM (marwahkepri.com) — Kuasa hukum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Batam, Rasmen Simamora, S.H., M.H., menyoroti sejumlah kejanggalan mendasar terkait Surat Keputusan (SK) perpanjangan kepengurusan KADIN Provinsi Kepulauan Riau serta pelaksanaan Musyawarah Kota (Mukota) VIII KADIN Batam yang digelar oleh pihak lain. Kejanggalan tersebut dinilai bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) serta peraturan organisasi KADIN.
Salah satu poin utama yang dipermasalahkan adalah substansi dalam SK perpanjangan kepengurusan KADIN Kepri yang disebut tidak dikenal dalam AD/ART KADIN. Selain itu, terdapat ketidaksesuaian kronologis penerbitan surat, di mana SK tercatat terbit lebih dahulu sebelum rapat dilaksanakan.
“SK tersebut terbit pada 4 April, sementara rapatnya baru dilaksanakan pada 16 April. Ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah surat diterbitkan lebih dulu baru rapat, atau bagaimana mekanismenya?” ujar Rasmen dalam sarasehan bersama pengurus, anggota, dan awak media di Graha KADIN Batam, Sabtu (20/12/2025).
Rasmen juga mengungkapkan bahwa SK tersebut diterbitkan saat administrasi KADIN Indonesia disebut tidak aktif karena masih dalam masa libur Hari Raya Idulfitri.
“Artinya, terdapat persoalan mendasar yang tidak bisa diabaikan. Karena itu, kami telah melaporkan hal ini ke Polda Kepri dan saat ini prosesnya masih berjalan,” tegasnya.
Lebih lanjut, persoalan SK perpanjangan KADIN Kepri tersebut dinilai berdampak langsung terhadap legitimasi Mukota VIII KADIN Batam yang digelar pada 5 Desember 2025 di Hotel Planet Holiday.
Menurut Rasmen, apabila SK perpanjangan kepengurusan tersebut tidak sah dan tidak sesuai AD/ART, maka seluruh turunannya, termasuk pelaksanaan Mukota VIII, juga patut dipertanyakan keabsahannya.
“Kalau SK perpanjangan tidak dibenarkan secara aturan, maka turunannya pun keliru. Apakah itu tidak sah atau ada unsur lain, nanti akan dibuktikan melalui upaya hukum,” ujarnya.
Selain itu, Mukota VIII juga dinilai tidak memenuhi mekanisme organisasi karena tidak disertai laporan pertanggungjawaban kepengurusan hasil Mukota VII, yang merupakan syarat utama dalam pelaksanaan musyawarah lanjutan.
“Jika tidak ada laporan pertanggungjawaban Mukota VII, maka secara logika organisasi, Mukota VIII seharusnya disebut Mukota I, karena tidak ada kesinambungan,” jelasnya.
Rasmen juga menegaskan bahwa pengurus hasil Mukota VII tidak pernah diundang maupun diberitahu terkait pelaksanaan Mukota VIII, sehingga proses tersebut dinilai tidak sesuai dengan mekanisme AD/ART.
Terkait polemik ini, KADIN Batam disebut telah menempuh berbagai langkah. Sebelum melaporkan ke kepolisian, pengurus KADIN Batam telah melakukan audiensi dengan KADIN Indonesia di Jakarta, yang dibuktikan dengan dokumen resmi yang ditinggalkan kepada pihak terkait.
Selain itu, melalui kuasa hukum, KADIN Batam juga telah melayangkan somasi kepada KADIN Provinsi Kepri, dengan tembusan kepada KADIN Indonesia, yang menegaskan bahwa pelaksanaan Mukota VIII dinilai tidak sesuai dengan ketentuan organisasi.
“Kami menempuh jalur etika dan hukum. Apabila somasi tidak ditanggapi secara positif, maka langkah selanjutnya adalah pengajuan gugatan perdata secara resmi,” pungkas Rasmen. MK-mun
Redaktur: Munawir Sani
