Pariwisata Jepang Tertekan Usai Turis China Menghilang, Kerugian Diprediksi Capai Rp 158 Triliun
Ilustrasi kota Jepang sepi usai larangan pemerintah China. (f: meta)
JAKARTA (marwahkepri.com) – Industri pariwisata Jepang menghadapi tantangan besar setelah kehilangan jutaan wisatawan China yang selama ini menjadi tulang punggung sektor belanja dan ritel. Laporan terbaru BMI, anak usaha Fitch Solutions, pada Jumat (21/11/2025) menyebutkan Jepang diperkirakan kesulitan menutup kekosongan itu dalam waktu dekat.
Tak hanya menjadi penyumbang wisatawan asing terbesar, turis China juga dikenal memiliki daya belanja tinggi. BMI menyebut toko bebas bea di bandara serta department store besar menjadi sektor yang langsung merasakan pukulan penurunan kunjungan.
“Dalam jangka pendek, industri pariwisata Jepang memiliki alternatif yang terbatas dan akan kesulitan mengisi kesenjangan yang ditinggalkan wisatawan China,” tulis BMI dalam laporannya.
Konflik diplomatik antara Tokyo dan Beijing sejak awal November diduga memperparah kondisi. Beberapa maskapai China memberikan refund penuh dan menerima lebih dari 491.000 pembatalan penerbangan ke Jepang hingga akhir tahun.
Seorang ekonom Nomura Research Institute memperkirakan dampaknya bisa menggerus perekonomian Jepang hingga 1,49 triliun yen, setara sekitar Rp 158 triliun per tahun.
Menurut BMI, wisatawan China menghabiskan rata-rata USD 1.622 (Rp 27 juta) per orang pada kuartal ketiga 2025, atau lebih tinggi dari rata-rata turis internasional lainnya sebesar USD 1.488.
Meskipun demikian, BMI menilai ada peluang jangka menengah dari meningkatnya minat turis Amerika Serikat, Australia, Korea Selatan, Taiwan, serta Asia Tenggara. Namun, peran turis China dalam struktur belanja ritel dianggap sulit tergantikan.
“Pemulihan penuh struktur ritel bernilai tinggi yang didorong oleh wisatawan China sepertinya tidak mungkin terjadi,” tulis BMI.
Pelaku industri mengakui masih terlalu dini untuk mengukur dampak keseluruhan, sementara maskapai memerlukan waktu untuk menyesuaikan kapasitas rute. Meski begitu, Jepang masih berpeluang menutup sebagian kekurangan menjelang libur Natal melalui kunjungan wisatawan negara ketiga dan turis China yang tetap bepergian meski ada ketegangan politik.
Di sisi lain, minat turis China terhadap destinasi alternatif meningkat. CEO China Trading Desk, Subramania Bhatt, menyebut pencarian perjalanan ke Singapura naik sekitar 15% hingga 18 November. Korea Selatan serta paket tur kombinasi Malaysia–Singapura–Thailand juga kembali diminati. MK-dtc
Redaktur : Munawir Sani
