Miris, Gubernur Riau Terjaring OTT KPK 41 Hari Setelah Terbitkan SE Larang Pungli

langkah-gubernur-riau-menuju-mobil-tahanan-usai-ditetapkan-tersangka-1762338291282_169

Gubernur Riau Abdul Wahdi (Foto: Pradita Utama/detikcom)

PEKANBARU (marwahkepri.com) – Upaya Gubernur Riau Abdul Wahid menegakkan integritas birokrasi justru berujung ironi. Hanya 41 hari setelah menerbitkan surat edaran larangan pungutan liar (pungli) bagi aparatur sipil negara (ASN), ia sendiri terjerat operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Abdul Wahid menjadi gubernur keempat di Riau yang terjaring OTT KPK. Penangkapannya terjadi pada Senin (3/11/2025), bersama dua pejabat lainnya, yakni Kepala Dinas PUPR Arief Setiawan dan Tenaga Ahli Gubernur Dani Nursalam. Ketiganya kini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dan resmi ditahan.

Sebelum tertangkap, Wahid sempat menegaskan komitmen antikorupsinya melalui Surat Edaran Nomor 100.3.3.1/1606/SETDA/2025, yang ditandatanganinya pada 25 September 2025. Surat edaran itu melarang seluruh pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau melakukan atau meminta sesuatu dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan jabatan.

“Ini bukan sekadar aturan seremonial. Kami ingin budaya anti-gratifikasi ini benar-benar tertanam kuat. Jika ada laporan dan terbukti melanggar, kami akan tindak tegas,” ujar Wahid dalam pernyataannya kala itu.

Surat edaran tersebut juga menindaklanjuti Edaran KPK Nomor 7 Tahun 2025 tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi, serta berlandaskan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Namun, semangat antikorupsi itu runtuh seketika. KPK resmi menahan Abdul Wahid dengan rompi oranye khas tahanan KPK dan tangan diborgol saat digiring ke Gedung Merah Putih, Jakarta.

Lembaga antirasuah itu menjerat Wahid dan dua bawahannya dengan Pasal 12e dan/atau Pasal 12f dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini menambah daftar panjang kepala daerah di Riau yang terjerat korupsi, menegaskan betapa rapuhnya upaya membangun pemerintahan bersih di Bumi Lancang Kuning. MK-mun/dtk

Redaktur: Munawir Sani