Dana Pemda Mengendap di Bank Tembus Rp 233 Triliun, Ini Penjelasan Mendagri Tito

menteri-keuangan-menkeu-purbaya-yudhi-sadewa-dan-menteri-dalam-negeri-mendagri-tito-karnavian-1760931204840_169

Foto: Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian/ Foto: Retno Ayuningrum/detikcom

JAKARTA (marwahkepri.com) — Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkap sejumlah faktor yang menyebabkan simpanan uang pemerintah daerah (Pemda) di perbankan masih tinggi, yakni mencapai Rp 233 triliun per 31 Agustus 2025, berdasarkan data Bank Indonesia (BI).

Tito menjelaskan, salah satu penyebab utama adalah lambatnya realisasi pendapatan dan belanja daerah di sejumlah wilayah. Kondisi ini menyebabkan banyak anggaran yang belum terserap optimal hingga menjelang akhir tahun.
“Banyak daerah yang memang lambat dalam merealisasikan pendapatan dan belanja. Ada juga yang menahan pembayaran hingga akhir tahun karena rekanan belum ingin mencairkan dana,” ujar Tito dalam Rapat Pengendalian Inflasi Tahun 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10/2025).

Selain itu, Tito menambahkan, beberapa Pemda menahan belanja karena adanya pergantian kepala dinas atau pejabat teknis. Faktor lainnya, kendala pada katalog elektronik (e-katalog) versi 6 juga turut memperlambat proses pengadaan barang dan jasa.
“Masih ada daerah yang belum memahami sistem e-katalog versi terbaru, sehingga proses pengadaan jadi terhambat,” jelasnya.

Tito menekankan bahwa ketidakseimbangan antara realisasi pendapatan dan belanja dapat berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi daerah.
“Kalau realisasi pendapatan dan belanja tinggi, ekonomi daerah juga akan tumbuh baik. Sebaliknya, kalau pendapatan tinggi tapi belanja rendah, pertumbuhannya cenderung stagnan,” tambahnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti, menyebut bahwa fenomena dana Pemda mengendap di bank sudah berlangsung lama.
Menurutnya, kebiasaan menunda realisasi APBD menyebabkan kontrak proyek baru berjalan pada bulan April, dan belanja mulai meningkat pada tiga bulan terakhir tahun anggaran.
“Modusnya hampir sama setiap tahun, realisasi cepat terjadi menjelang akhir tahun,” kata Astera.

Kementerian Keuangan mencatat, dana mengendap Rp 233,11 triliun pada Agustus 2025 merupakan angka tertinggi dalam lima tahun terakhir, menandakan perlunya perbaikan tata kelola anggaran daerah agar lebih efektif dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. MK-dtc

Redaktur : Munawir Sani