Kepala BPJPH: Produk Non-Halal Tidak Dilarang, Asal Jelas dan Transparan

Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Haikal Hasan (tengah) melihat produk kerajinan yang dihasilkan di Pulau Penyengat, Kamis (16/10/2025). (Foto: kepriprov)
TANJUNGPINANG (marwahkepri.com) – Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Haikal Hasan, menegaskan bahwa pemerintah tidak melarang peredaran produk non-halal di Indonesia. Ia menekankan, yang terpenting adalah kejelasan informasi dan keterbukaan terhadap konsumen.
“Menjual produk nonhalal tidak masalah, silakan saja. Tapi harus jelas. Kalau ada alkohol, cantumkan berapa persennya. Yang penting jangan sampai tidak ada label sama sekali,” kata Haikal saat menghadiri kegiatan promosi wisata halal di Pulau Penyengat, Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Kamis (16/10/2025).
Menurut Haikal, aturan sertifikasi halal tidak dimaksudkan untuk membatasi pelaku usaha, melainkan untuk memberikan kepastian dan perlindungan bagi konsumen.
“Menjual barang nonhalal boleh, Pak. Di Indonesia itu boleh, boleh sekali. Jadi jangan dikatakan ini konflik segala macam. Jangan-jangan dipelintir ya,” ujarnya.
Haikal menjelaskan, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2014 telah mengatur kewajiban pelabelan produk yang beredar di Indonesia. Produk halal wajib memiliki sertifikat halal, sedangkan produk non-halal harus mencantumkan tanda non-halal secara jelas.
“Kalau tidak halal, tidak apa-apa. Asal diberi tanda nonhalal. Jadi konsumen bisa memilih dengan sadar. Yang penting jangan abu-abu — tidak halal juga tidak, tapi tanpa keterangan,” tegasnya.
Ia menambahkan, pendekatan BPJPH tidak bersifat memaksa, melainkan mengutamakan transparansi dan edukasi publik.
“Halal bukan berarti harus semuanya. Kita bukan ingin melarang, tapi menata, supaya produk yang beredar jelas statusnya,” kata Haikal.
Meski demikian, BPJPH tetap mendorong pelaku usaha untuk mengurus sertifikasi halal, karena selain memenuhi regulasi, produk halal juga memiliki nilai tambah dan daya saing tinggi di pasar global.
“Halal itu sekarang tren dunia, bukan hanya urusan agama. Ini gaya hidup modern dan bagian dari ekonomi global. Tapi bagi yang tidak halal, tetap boleh, asal terbuka dan jujur pada konsumen,” ujarnya.
Haikal menyebut, tren global menunjukkan produk halal semakin diminati karena identik dengan makanan yang sehat, bersih, dan berkualitas.
“Lima sampai sepuluh tahun ke depan, orang akan semakin peduli dengan makanan yang sehat dan berkualitas. Itu bagian dari konsep halal. Jadi halal bukan semata urusan agama, tapi sudah menjadi lifestyle dan peradaban modern,” jelasnya.
Berdasarkan data dari CNBC dan Dinar Standard, nilai transaksi industri halal dunia mencapai sekitar Rp21.000 triliun. Namun, kontribusi Indonesia baru sekitar 3,4 persen atau senilai Rp6 ribuan triliun.
“Artinya kita harus berbenah. Bagi para pengusaha yang belum bersertifikat halal, segera daftarkan. Yang sudah, ayo lebih aktif memasarkan produknya,” pungkas Haikal. MK-rah
Redaktur: Munawir Sani