Kejati Kepri Kembali Tetapkan Satu Tersangka Baru dalan Kasus Korupsi PNBP Pelabuhan Batam

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau menetapkan LY, yang merupakan mantan Direktur Operasional PT Bias Delta Pratama pada tahun 2016, 2018, dan 2019 sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) jasa pemanduan dan penundaan kapal di pelabuhan se-wilayah Batam tahun 2015–2021. (Foto: Kejati Kepri)
BATAM (marwahkepri.com) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau kembali menetapkan satu tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) jasa pemanduan dan penundaan kapal di pelabuhan se-wilayah Batam tahun 2015–2021.
Tersangka baru tersebut berinisial LY, yang merupakan mantan Direktur Operasional PT Bias Delta Pratama pada tahun 2016, 2018, dan 2019.
“Tim Penyidik Pidsus Kejati Kepri telah menetapkan dan menahan satu orang tersangka baru dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi PNBP jasa pemanduan dan penundaan kapal di pelabuhan se-wilayah Batam,” ujar Kajati Kepri Jehezkiel Devy Sudarso, Jumat (3/10/2025).
Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: Print-1519/L.10.5/Fd.1/10/2025 tanggal 3 Oktober 2025. Saat ini, tersangka LY ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Kelas I Tanjungpinang.
“Perkara akan segera dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Tanjungpinang. Kejati Kepri berkomitmen menindak tegas setiap pelaku korupsi sesuai hukum yang berlaku,” tegas Devy.
Sebelumnya, Kejati Kepri juga telah menetapkan dua tersangka lain, yakni S dan AJ, pada Selasa (30/9/2025).
Tersangka S merupakan mantan Kepala Seksi Pemanduan dan Penundaan Bidang Komersial tahun 2012–2016, sementara AJ adalah Direktur Operasional PT Bias Delta Pratama.
Keduanya telah ditahan selama 20 hari di Rutan Kelas I Tanjungpinang.
Menurut Aspidsus Kejati Kepri Mukarom, kasus ini merupakan lanjutan dari perkara korupsi pengelolaan PNBP jasa pemanduan dan penundaan kapal di pelabuhan Batam yang telah bergulir sejak tahun lalu.
“Kasus ini berawal dari kegiatan pemanduan dan penundaan kapal yang dilakukan tanpa dasar hukum kerja sama operasional (KSO) dengan BP Batam, sehingga negara tidak menerima setoran PNBP sebesar 20 persen dari pendapatan jasa tersebut,” jelas Mukarom.
Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kepri, kerugian negara akibat praktik ini mencapai USD 272.497 atau setara dengan Rp 4,54 miliar.
Dalam perkara sebelumnya, sejumlah pihak juga telah divonis bersalah oleh pengadilan, di antaranya Direktur PT Gemalindo Shipping Batam, Direktur Utama PT Gemma Samudera Sarana, Direktur PT Pelayaran Kurnia Samudra, Direktur PT Segara Catur Perkasa, serta pejabat di Kantor Pelabuhan Batam.
Hingga kini, penyidik telah memeriksa 27 saksi dan 4 ahli, dan tengah mengebut pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor Tanjungpinang.
“Kami memastikan penegakan hukum berjalan transparan dan akuntabel. Tidak ada yang kebal hukum,” pungkas Mukarom. MK-mun
Redaktur: Munawir Sani