Dua Tersangka Pelaku Kekerasan Terhadap ART Asal NTT Segera Disidang

Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam resmi menerima pelimpahan tahap II perkara dugaan kekerasan dalam rumah tangga dengan tersangka Roslina dan Marliati. (Foto: Kejari Batam)
BATAM (marwahkepri.com) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam resmi menerima pelimpahan tahap II perkara dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan korban seorang asisten rumah tangga (ART) berinisial I, asal Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dua orang tersangka yang dilimpahkan yakni majikan korban berinisial R dan rekan sesama ART berinisial M.
“Setelah diteliti, pada 18 September lalu kami menyatakan berkas perkara dugaan KDRT dengan tersangka Roslina dan Marliyati Louru Peda lengkap. Hari ini telah dilakukan proses tahap II,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Batam, Priandi Firdaus, Rabu (1/10/2025).
Priandi menjelaskan, selain kedua tersangka, penyidik Polresta Barelang juga menyerahkan sejumlah barang bukti yang digunakan untuk menganiaya korban, antara lain raket nyamuk, bangku lipat, ember, serokan sampah, serta satu unit telepon genggam.
“Setelah tahap ini, perkara akan segera kami limpahkan ke Pengadilan Negeri Batam untuk proses persidangan,” tambahnya.
Kasus ini bermula ketika korban I diduga lupa menutup kandang anjing peliharaan majikannya, sehingga dua ekor anjing berkelahi dan terluka. Hal itu memicu kemarahan R yang kemudian melakukan penganiayaan.
“Penganiayaan dilakukan tersangka R tidak sendirian, melainkan juga melibatkan M yang mengaku disuruh oleh majikannya,” jelas Kasat Reskrim Polresta Barelang, AKP Debby Tri Andrestian, pada 23 Juni 2025.
Korban dipukul berulang kali menggunakan tangan maupun sejumlah alat rumah tangga, termasuk raket listrik, ember, kursi plastik, hingga serokan sampah. Lebih lanjut, polisi juga mengonfirmasi adanya dugaan korban dipaksa memakan kotoran anjing oleh pelaku.
“Dari keterangan yang kami dapat memang korban pernah diminta untuk makan kotoran binatang,” ujar Debby.
Berdasarkan hasil penyelidikan, penganiayaan yang dialami korban bukan hanya sekali, melainkan berulang sejak I mulai bekerja pada Juni 2024. Selain itu, korban yang seharusnya menerima gaji Rp 1,8 juta per bulan ternyata tidak pernah mendapatkan haknya selama bekerja lebih dari satu tahun.
“Jadi pemukulan sudah sering terjadi sejak korban bekerja. Selama ini korban juga tidak pernah menerima gajinya,” kata Debby.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Mereka terancam hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp 30 juta. MK-mun
Redaktur: Munawir Sani