Garuda Indonesia Rugi Rp 2,42 Triliun di Semester I 2025, Pendapatan Turun 4,48%

pesawat-garuda-indonesia-1743649260253_169

Foto: Pesawat Garuda Indonesia. Dok GIAA

JAKARTA(marwahkepri.com) – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (kode emiten: GIAA) kembali mencatatkan kinerja keuangan yang menantang. Maskapai pelat merah tersebut membukukan rugi bersih sebesar US$ 145,57 juta atau setara Rp 2,42 triliun (kurs Rp 16.679) pada semester I 2025. Angka itu melonjak 41,37% dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencatat rugi bersih US$ 106,93 juta atau sekitar Rp 1,69 triliun.

Mengutip laporan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), kerugian Garuda tersebut sejalan dengan turunnya pendapatan usaha. Hingga Juni 2025, pendapatan Garuda turun 4,48% menjadi US$ 1,54 miliar (Rp 25,69 triliun), dari sebelumnya US$ 1,62 miliar (Rp 27,02 triliun) pada semester I 2024.

Pendapatan Masih Didominasi Penumpang

Kontribusi terbesar masih datang dari segmen penumpang dengan nilai US$ 1,10 miliar atau sekitar Rp 18,34 triliun. Segmen kargo dan dokumen menyumbang US$ 80,39 juta (Rp 1,34 triliun).

Sementara itu, segmen penerbangan tidak berjadwal—yang mencakup layanan haji dan charter—menunjukkan pertumbuhan cukup signifikan. Pendapatan dari lini ini mencapai US$ 205,83 juta (Rp 3,43 triliun), naik dari periode sama tahun lalu sebesar US$ 177,96 juta.

Selain itu, pendapatan lain-lain seperti pemeliharaan dan perbaikan pesawat, jasa boga, pelayanan penerbangan, biro perjalanan, fasilitas, hotel, serta transportasi, tercatat US$ 158,20 juta sepanjang semester I 2025.

Efisiensi Beban Usaha

Meski pendapatan menurun, Garuda tercatat mampu menekan beban usaha. Biaya operasional semester I 2025 turun menjadi US$ 1,50 miliar (Rp 25,01 triliun), dibanding US$ 1,53 miliar (Rp 25,15 triliun) di periode yang sama tahun lalu. Namun, efisiensi ini belum cukup untuk menutup penurunan pendapatan.

Dari sisi neraca, Garuda melaporkan penurunan tipis pada total aset menjadi US$ 6,51 miliar per Juni 2025, dibanding US$ 6,61 miliar pada Desember 2024. Ekuitas perseroan tercatat sebesar US$ 1,49 miliar, sementara liabilitas mencapai US$ 8,01 miliar.

Prospek dan Tantangan

Meski menghadapi tekanan, Garuda tetap menaruh harapan pada sejumlah langkah strategis, salah satunya melalui penguatan kerja sama dengan mitra global. Baru-baru ini, jajaran direksi bersama Wakil Menteri BUMN Rosan Roeslani melakukan pertemuan dengan pimpinan Boeing di Amerika Serikat untuk membahas kelanjutan kerja sama serta kemungkinan pembelian armada baru.

Langkah ini dinilai penting untuk menjaga daya saing Garuda di tengah persaingan ketat industri penerbangan serta dinamika global yang memengaruhi biaya operasional, khususnya harga bahan bakar avtur. MK-dtc

Redaktur : Munawir Sani