Diskusi Publik: Optimalisasi Zona Laut 0–12 Mil sebagai Basis Strategis PAD Minapolitan Riau

Anggota DPRD Provinsi Riau, H. Abdullah, M.Pd bersama aktivis dan organisatoris Agoes S. Alam Dalam diskusi bersama Aliansi Masyarakat Peduli Potensi Kelautan dan Pembangunan Dumai, Jum'at (22/08/2025) di Pelalawan, Riau. (F: dok. Oiketai)
PELALAWAN (marwahkepri.com) – Anggota DPRD Provinsi Riau, H. Abdullah, M.Pd., mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau untuk mengoptimalkan potensi sektor kelautan dalam kerangka Minapolitan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berdaya saing. Potensi tersebut dipandang sangat relevan bagi wilayah pesisir strategis seperti Dumai, Rokan Hilir, Indragiri Hilir, Pelalawan, Siak, Bengkalis, dan daerah sekitarnya.
Optimalisasi potensi ini difokuskan pada pemanfaatan zona laut 0 hingga 12 mil, sesuai dengan kewenangan pemerintah provinsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dengan pengecualian sektor minyak dan gas bumi. Zona tersebut merupakan wilayah kelautan yang kaya sumber daya perikanan sekaligus berperan sebagai jalur strategis ekspor-impor, terutama bagi Kota Dumai yang selama ini menjadi pintu gerbang perdagangan regional.
Menurut Abdullah, potensi ekonomi kelautan tidak hanya mencakup sektor perikanan tangkap, tetapi juga kegiatan pendukung lainnya, seperti jasa kapal tunda, penyediaan logistik dan suplai barang untuk ribuan kapal, serta aktivitas pelayaran internasional. Pemanfaatan jalur pelayaran di sekitar Pulau Rupat dan Dumai, misalnya, dapat menjadi “shortcut” strategis yang mampu menekan biaya operasional kapal, memperlancar arus lalu lintas maritim, sekaligus membuka peluang baru bagi pengembangan sektor perkapalan, energi, dan bisnis kelautan lainnya.
Dalam diskusi bersama Aliansi Masyarakat Peduli Potensi Kelautan dan Pembangunan Dumai, Abdullah menekankan pentingnya pendekatan pembangunan yang berbasis regulasi dan keberlanjutan. “Seluruh aktivitas harus berjalan sesuai mekanisme hukum yang berlaku, mulai dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) hingga proses perizinan yang komprehensif. Prinsip ini penting untuk memastikan pembangunan kelautan yang berkelanjutan tanpa mengorbankan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat,” jelasnya selaku Koordinator Sumatra Kaukus Parlemen Hijau Daerah.
Sebagai tindak lanjut, rencana pelibatan akademisi dari berbagai perguruan tinggi tengah disusun untuk memberikan kajian teknis maupun legal yang mendalam. Kolaborasi antara pemerintah daerah, masyarakat, dan dunia akademik diharapkan melahirkan sinergi kebijakan yang mampu memperkuat tata kelola kelautan Riau.
Melalui langkah ini, Abdullah menegaskan bahwa optimalisasi zona laut 0–12 mil dapat menjadi model pengelolaan sumber daya kelautan yang inovatif, inklusif, dan berkelanjutan, sekaligus memperkokoh kontribusi sektor kelautan terhadap PAD Provinsi Riau.
Agoes S. Alam selaku organisatoris dan tokoh aktivis perjuangan hak-hak masyarakat Dumai yang hadir pada kesempatan tersebut menjelaskan secara rinci urgensi optimalisasi zona laut 0–12 mil sebagai sumber PAD Provinsi Riau dalam kerangka pembangunan minapolitan. Berikut ini:
Kerangka Regulasi dan Kewenangan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menegaskan bahwa pengelolaan laut dari 0–12 mil berada pada kewenangan provinsi, kecuali sumber daya minyak dan gas bumi yang tetap menjadi kewenangan pusat. Regulasi ini membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk mengelola potensi kelautan secara lebih mandiri, mulai dari perikanan tangkap, jasa kepelabuhanan, logistik maritim, hingga aktivitas ekspor-impor.
Selain itu, jalur pelayaran internasional di sekitar Pulau Rupat dan Dumai dapat berfungsi sebagai koridor ekonomi maritim, yang mampu menurunkan biaya operasional kapal sekaligus meningkatkan daya tarik investasi di sektor perkapalan, energi, dan perdagangan lintas batas.
Analisis Potensi Ekonomi Kelautan
Potensi PAD dari zona laut 0–12 mil mencakup:
- Perikanan Tangkap dan Budidaya – memberikan kontribusi langsung terhadap pendapatan masyarakat pesisir.
- Jasa Kelautan dan Kepelabuhanan – seperti kapal tunda, suplai logistik, dan perawatan kapal.
- Pelayaran Internasional – shortcut jalur maritim di kawasan Dumai mampu memperlancar arus logistik regional.
- Ekonomi Pendukung – termasuk bisnis energi dan industri maritim yang memiliki efek berganda bagi pembangunan daerah.
Abdullah menekankan pentingnya pengelolaan berbasis regulasi lingkungan, melalui AMDAL dan mekanisme perizinan yang komprehensif. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip sustainable development, yakni keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan ekologi, dan kesejahteraan sosial masyarakat pesisir.
Peran Akademisi dan Kolaborasi Multipihak
Untuk memperkuat implementasi kebijakan, diperlukan keterlibatan akademisi dari perguruan tinggi dalam kajian teknis, hukum, dan sosial-ekonomi. Sinergi antara pemerintah daerah, masyarakat, dunia usaha, dan akademisi diharapkan menghasilkan model pengelolaan sumber daya laut yang inovatif, inklusif, dan berbasis bukti (evidence-based policy).
Optimalisasi zona laut 0–12 mil bukan hanya strategi peningkatan PAD, tetapi juga instrumen penguatan kedaulatan ekonomi daerah. Dengan tata kelola yang regulatif, kolaboratif, dan berkelanjutan, Riau berpeluang menjadikan potensi minapolitan sebagai motor pertumbuhan baru yang mendukung transformasi ekonomi berbasis kelautan di tingkat regional maupun nasional. MK/r
Redaktur: Munawir Sani