Hibah Rp16,5 Miliar dari Pemko ke Kejari Batam Dipertanyakan: Ada Kepentingan Terselubung?

Gedung kantor Kejaksaan Negeri Batam di Jalan Engku Puteri Batam Center. (F: dok. MK)
BATAM (MK) – Di tengah sorotan soal efisiensi anggaran dan banyaknya persoalan publik yang belum tertangani, Pemerintah Kota Batam justru mengalokasikan dana hibah sebesar Rp16,5 miliar kepada Kejaksaan Negeri Batam dalam APBD 2025. Kebijakan ini memunculkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat sipil, terutama terkait urgensi, motif, dan moralitas di balik pemberian dana tersebut kepada institusi penegak hukum.
Padahal, Pemko Batam selama ini kerap mengeluhkan keterbatasan anggaran untuk menyelesaikan persoalan kota seperti sampah, banjir, keterbatasan akses pendidikan, kesehatan, hingga lapangan kerja. Namun ironi muncul ketika dana miliaran rupiah justru dialihkan untuk pembenahan gedung Kejari Batam, lembaga yang menurut UU justru memiliki peran utama dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Kepala Kejaksaan Negeri Batam, I Ketut Kasna Dedi, membenarkan adanya hibah tersebut, yang menurutnya akan digunakan untuk pembenahan infrastruktur, termasuk rehabilitasi gedung yang disebut sudah berusia lebih dari 20 tahun. “Menurut kami, sangat mendesak dilakukan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat,” ujarnya pada Kamis, 30 Januari 2025 lalu, seperti dikutip dari Telegrapnews.
Beberapa alokasi dana hibah disebutkan antara lain untuk pembangunan Gedung PTSP, interior ruang kerja, rehabilitasi mes dan rumah dinas, serta pembangunan pagar rumah dinas. Bahkan, Rp5,2 miliar di antaranya direncanakan untuk pengadaan partisi dan lemari.
Namun, tak semua pihak sepakat dengan kebijakan tersebut. Ketua Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat 86), Cak Ta’in Komari, mempertanyakan urgensi serta moralitas kebijakan ini. Ia menilai langkah Pemko bertentangan dengan semangat efisiensi yang digaungkan pemerintah pusat. “Banyak daerah saat ini bahkan harus meminjam dana ke bank hanya untuk menggaji pegawai. Dalam situasi seperti ini, apakah pantas Pemko justru menghibahkan dana besar ke kejaksaan?” ujar mantan Dosen Unrika Batam itu dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (25/7/2025).
Cak Ta’in juga menyoroti ketidaktransparanan pembangunan gedung di lingkungan Kejari Batam yang tidak dilengkapi plang proyek. “Penegak hukum seharusnya memberi contoh dalam transparansi dan keterbukaan informasi,” kritiknya. Ia juga mempertanyakan mengapa Kejari Batam tidak mengajukan permintaan anggaran ke Kejaksaan Agung, yang secara struktural merupakan induk lembaga tersebut.
Sementara itu, Kepala Badan Kesbangpol Kota Batam, Riama Manurung, menjelaskan bahwa permintaan dana hibah dari Kejari telah melalui mekanisme pembahasan antara Badan Anggaran DPRD Kota Batam dan SKPD terkait. Ia menambahkan, selain Kejaksaan, beberapa instansi vertikal lain juga mendapat alokasi hibah, dengan total mencapai Rp53 miliar, termasuk Polda Kepri, Kodim 0316, dan Pengadilan Negeri Batam.
Meskipun mekanisme formal disebut telah dilalui, publik tetap mempertanyakan moralitas dan motivasi di balik pemberian hibah sebesar itu kepada institusi penegak hukum. Apakah ini bentuk “bantuan tulus” untuk perbaikan pelayanan publik, atau justru mengarah pada praktik relasi tidak sehat antara eksekutif dan penegak hukum?
Sebagai pengguna anggaran yang bersumber dari pajak rakyat, Pemko Batam bersama DPRD seharusnya mengutamakan efisiensi, akuntabilitas, dan kepekaan sosial dalam setiap alokasi dana publik. Dukungan terhadap lembaga hukum tak boleh mengabaikan prinsip keadilan anggaran dan jangan sampai menimbulkan dugaan adanya relasi transaksional yang mencederai nilai-nilai demokrasi dan hukum. MK-r
Redaktur: Munwir Sani