Renovasi Rumah Dinas Bupati Natuna Diduga Kuat Gratifikasi

5c469511-fc45-450a-b01a-e8409b48120b

Bupati Cen Sui Lan ditemui usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Natuna. (Foto: nang)

NATUNA (marwahkepri.com) – Renovasi gedung daerah atau rumah dinas Bupati Natuna yang awalnya terlihat sebagai aktivitas pemeliharaan rutin, kini justru mengarah pada dugaan praktik gratifikasi.

Nama kepala daerah dan seorang pengusaha ternama di Kota Ranai pun ikut terseret dalam pusaran isu ini.

Informasi awal mencuat dari seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkab Natuna yang secara anonim mengungkap fakta mencengangkan.

Ia menyebut adanya kegiatan pengukuran rumah dinas dan ruang kerja bupati yang dilakukan bahkan sebelum pelantikan resmi Bupati terpilih, Cen Sui Lan.

Pengukuran tersebut diduga tidak berdasarkan instruksi resmi dari pemerintah daerah, melainkan dari seorang pengusaha berinisial B, yang dikenal luas di kalangan bisnis Kota Ranai.

“Saya tahu pasti. Inisial I diperintah oleh B, katanya atas nama bupati, untuk mengukur gedung sebelum direnovasi,” ungkap ASN tersebut, Kamis (3/7/2025).

Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa I bahkan meminta kunci gedung kepada seorang pejabat.

Sementara itu, Kepala bagian umum sekretariat daerah, Isparta Chairiyadi, saat dikonfirmasi justru mengaku tidak ingat.

“Saya lupa bang, banyak kali perintah, jadi saya tidak ingat lagi,” ujarnya singkat.

Situasi ini sontak memunculkan tanda tanya besar di tengah publik. Jika pengukuran dilakukan sebelum pelantikan resmi Bupati Natuna dan tanpa dasar surat tugas atau perintah kerja dari instansi terkait, maka kuat dugaan bahwa renovasi tersebut tidak menggunakan dana APBD.

Artinya, proyek renovasi didanai oleh pihak swasta, dalam hal ini oknum pengusaha.

Pertanyaan krusial pun mengemuka, apa motif pengusaha membiayai renovasi rumah dinas dan ruang kerja bupati? Apakah bantuan tersebut murni sebagai bentuk dukungan, atau justru menyimpan harapan akan balasan dari kekuasaan?

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, segala bentuk pemberian yang berkaitan dengan jabatan penyelenggara negara dapat dikategorikan sebagai gratifikasi, dan berpotensi menjadi tindak pidana suap jika tidak dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam waktu 30 hari.

Faktanya, hingga berita ini ditayangkan, belum terdapat laporan gratifikasi atas nama Bupati Natuna Cen Sui Lan yang masuk ke KPK.

Padahal, konsekuensinya sangat serius. Jika terbukti menerima gratifikasi, pelaku bisa dijerat dengan hukuman minimal 4 tahun hingga maksimal seumur hidup, serta denda antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar.

Sedangkan pemberi gratifikasi dapat dijatuhi hukuman pidana hingga 5 tahun penjara, sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 13 UU Tipikor.

Ketika dimintai tanggapan usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Natuna, Bupati Cen Sui Lan memberikan pernyataan yang terkesan mengelak.

“Emang saya siapa? mana ada orang yang mau beri ke saya,” katanya ringan, sembari melempar meminta Sekda Natuna menanggapi pertanyaan wartawan. MK-nang

Redaktur: Munawir Sani