Tangis Anak dan Harapan yang Terkubur: Polemik Pasar Malam di Daik Lingga

IMG-20250510-WA0005

Suasana terkini pasar malam di Daik Lingga. (F:ist)

LINGGA (marwahkepri.com) – Di balik gemerlap lampu dan tawa yang seharusnya hadir, pasar malam yang rencananya dibuka di Lapangan Bola Sultan Mahmud Riayat Syah justru memicu polemik.

Masyarakat terbelah antara yang mendukung dan yang menolak, meninggalkan kegelisahan dan kekecewaan di banyak hati, terutama di kalangan ibu-ibu dan para pekerja kecil yang menggantungkan hidup dari wahana hiburan tersebut.

Pasar malam ini seharusnya menjadi angin segar. Untuk pertama kalinya, hiburan rakyat hadir di jantung ibu kota Daik Lingga. Sebagian masyarakat menyambut antusias: ini bukan hiburan yang datang setiap bulan, melainkan momen langka yang dinanti.

Namun, suara kontra muncul dari sebagian warga yang khawatir akan dampaknya terhadap fasilitas umum. Mereka mendesak agar pasar malam dibongkar dan dipindahkan ke lokasi lain yang dianggap lebih tepat. Perselisihan pun menghangat, tak hanya di ruang publik, tapi juga di warung kopi, kedai makan, hingga di ruang-ruang obrolan sederhana di sudut kampung.

“Saya dan anak saya sudah tiga kali bolak-balik lihat, buka atau tidak. Tapi tak juga buka. Anak saya sampai menangis karena ingin bermain,” kata seorang ibu dengan mata berkaca-kaca, menyampaikan keresahan yang mewakili banyak hati.

Di warung kopi, perdebatan pun memanas. Ada yang bersikeras pembongkaran harus dilakukan demi ketertiban. Namun tak sedikit yang bertanya-tanya: siapa sebenarnya yang membuat air yang jernih jadi keruh?

Di sisi lain, para pekerja pasar malam juga turut merasakan tekanan berat. Bukan hanya karena larangan beroperasi, tapi karena beban ekonomi yang terus menghimpit. Modal telah dikeluarkan, wahana sudah terpasang, namun penghasilan tak kunjung datang.

“Anak istri di kampung sudah lama tak saya kirimi uang, Bang. Pasar belum bisa buka, tak ada pemasukan. Kalau mau bongkar, biaya pasangnya saja kami masih tanggung,” keluh seorang pekerja pasar malam dengan suara lirih, memendam cemas, Jumat (09/05/2025).

Pihak penyedia wahana berharap masih ada jalan tengah. Setidaknya, mereka bisa diizinkan beroperasi selama satu hingga dua pekan agar biaya yang sudah dikeluarkan tidak sepenuhnya hilang sia-sia.

Pasar malam ini kini menjadi simbol dari lebih dari sekadar hiburan—ia adalah harapan, pelarian dari penat, dan ruang tawa anak-anak yang rindu akan dunia bermain mereka. (mk/willy)