Di Balik Senyum Palsu: Kisah Pernikahan yang Terluka

Di Balik Senyum Palsu: Kisah Pernikahan yang Terluka

Foto Ilustrasi.

Di depan umum, kami tampak sebagai pasangan yang harmonis dan penuh cinta. Namun, siapa sangka bahwa di balik penampilan itu, kami sering tidur terpisah meskipun tinggal dalam satu rumah? Kepercayaan, yang seharusnya menjadi fondasi pernikahan, telah luntur, membuat keharmonisan kami terasa mustahil.

Setiap kali melihat Andrew, ingatan saya melayang ke kejadian beberapa tahun lalu. Saya menemukan pesan mesra di ponselnya dari seseorang bernama ‘Pak Wahyu,’ yang ternyata adalah nama samaran wanita yang dia jalin hubungan dengan diam-diam. Temuan ini memaksa kami berpura-pura baik-baik saja di depan orang lain.

Kami—saya, Andrew, dan kedua anak kami—terlihat sebagai keluarga bahagia dan romantis di mata tetangga dan kolega Andrew. Namun, saat mendengar pujian-pujian itu, saya hanya bisa menelan ludah. Anda tidak tahu betapa buruknya situasi sebenarnya.

Andrew selalu ada di rumah dan terlibat dalam mengurus anak-anak kami. Kami berpura-pura sebagai keluarga yang sempurna, tanpa ada yang tahu bahwa ‘penyakit’ merusak hubungan kami, menjadikannya hanya berjalan seadanya.

Dari luar, kami seperti ikan yang berenang indah di akuarium. Namun, kenyataannya, kami—terutama saya—merasa mual. Kami tidak seharmonis yang terlihat; kami hidup bersama hanya karena kewajiban.

Perselingkuhan Andrew terjadi pada 2022. Kecurigaan muncul ketika sikapnya berubah, ciuman mesra dan obrolan malam semakin jarang, dan dia lebih sering sibuk dengan ponselnya. Saya menemukan pesan mesra yang menegaskan kecurigaan saya, membuat lutut saya lemas.

Setelah mengonfrontasi Andrew, dia mengaku berselingkuh dan meminta maaf. Saya menolak permintaannya untuk memperbaiki keadaan dan meminta cerai. Namun, saat saya hamil empat bulan, kami memutuskan untuk tetap bersama demi anak-anak.

Meskipun kami tinggal bersama, rasanya tetap hambar. Tidak ada lagi rasa hangat di pagi hari atau kecupan sebelum tidur karena kami sering tidur terpisah. Tidur di kamar berbeda setiap malam membuat saya tidak sanggup berbagi ranjang dengan pria yang mengkhianati saya.

Kehidupan kami terasa seperti sebuah sandiwara. Ketika kami menghadiri acara bersama, saya harus tersenyum dan berpura-pura bahagia. Genggaman tangan Andrew terasa hampa, dan saya ingin segera melepaskannya.

Meskipun kami mencoba untuk terlihat baik-baik saja, hati ini terasa getir. Saya bingung mengapa saya masih bertahan dalam situasi ini. Mungkin karena anak-anak. Saya ingin mereka mendapatkan kasih sayang lengkap dari kedua orang tuanya dan tidak dikenal sebagai anak dari orang tua yang tidak akur. Meski saya tersiksa, saya terus berusaha demi kebahagiaan anak-anak.