Patah Hati Bisa Picu Nyeri Dada, Bukan Sekadar Perasaan
Ilustrasi. (f: metaai)
Jakarta (marwahkepri.com) – Pernah merasakan dada terasa nyeri dan sesak saat sedang bersedih atau kehilangan orang terkasih? Kondisi tersebut kerap menimbulkan kekhawatiran karena sensasinya mirip dengan serangan jantung. Namun, dunia medis menjelaskan bahwa rasa sakit di dada akibat kesedihan bukan sekadar perasaan, melainkan respons biologis tubuh terhadap tekanan emosional yang berat.
Ketika seseorang mengalami duka mendalam, stres, atau patah hati, otak akan mengaktifkan area yang sama seperti saat tubuh merasakan nyeri fisik. Hubungan erat antara emosi dan tubuh inilah yang membuat kesedihan dapat memicu gejala fisik nyata, termasuk nyeri dada, sesak napas, dan jantung berdebar. Kondisi ini dikenal sebagai nyeri dada psikosomatis, di mana tekanan emosional diterjemahkan tubuh sebagai ancaman fisik.
Secara ilmiah, pusat kendali reaksi ini berada di bagian otak bernama anterior cingulate cortex. Area tersebut berperan dalam mengolah emosi dan rasa sakit. Saat stres emosional memuncak, otak mengirimkan sinyal ke saraf vagus yang terhubung langsung dengan dada dan organ vital lainnya. Akibatnya, muncul sensasi dada diremas, napas terasa berat, hingga rasa tidak nyaman di area jantung.
Selain itu, tubuh akan melepaskan hormon stres seperti adrenalin dan kortisol dalam jumlah besar. Lonjakan hormon ini dapat menyebabkan detak jantung menjadi tidak teratur, pembuluh darah menyempit, dan suplai oksigen ke otot jantung berkurang sementara. Inilah yang sering disebut sebagai sensasi “patah hati” secara fisik.
Dalam kondisi ekstrem, dunia medis mengenal istilah Takotsubo Cardiomyopathy atau Broken Heart Syndrome. Sindrom ini merupakan gangguan sementara pada otot jantung yang dipicu oleh stres emosional hebat, seperti kehilangan orang tercinta, perceraian, atau trauma berat. Gejalanya menyerupai serangan jantung, namun umumnya bersifat sementara dan dapat pulih dengan penanganan yang tepat.
Meski jarang berakibat fatal, sindrom patah hati tetap perlu diwaspadai. Gejala seperti nyeri dada mendadak, sesak napas, jantung berdebar tidak teratur, keringat dingin, pusing, hingga kelelahan ekstrem menjadi sinyal tubuh yang tidak boleh diabaikan. Jika keluhan berlangsung lama atau semakin berat, pemeriksaan medis tetap dianjurkan untuk memastikan kondisi jantung.
Para ahli menekankan bahwa menjaga kesehatan mental memiliki peran besar dalam melindungi kesehatan jantung. Teknik pernapasan dalam, pola makan sehat, tidur cukup, aktivitas fisik ringan, serta dukungan sosial dari orang terdekat terbukti mampu membantu tubuh mengelola stres emosional dengan lebih baik.Kesedihan adalah bagian dari kehidupan manusia, dan rasa sakit yang menyertainya merupakan sinyal bahwa emosi bekerja sebagaimana mestinya. Dengan memahami mekanisme tubuh, diharapkan masyarakat tidak lagi mengabaikan kesehatan mental dan emosional, karena keduanya memiliki dampak nyata terhadap kondisi fisik, termasuk kesehatan jantung. MK-mun
Redaktur : Munawir Sani
